MUNGKIN sakit hatinya terlalu mendalam, sehingga perempun yang mengaku diselingkuhi itu berani bersuara cukup esktrem. Barangkali dia ingin unjuk kekuatan kepada sang suami, sehingga si cantik pun nekat mengumumkan, bahwa sudah ratusan lelaki sibuk mendekati dirinya.
Ini bukan perkara dekat-dekat biasa, deretan pria yang jumlahnya mencengangkan itu menunjukkan kesungguhan untuk menjalin hubungan yang serius. Berita ini bisa menjadi serangan balik bagi sang suami, proses perceraian saja belum tuntas, tapi sudah banyak pria berkualitas antre menanti hakim mengetuk palu. Alangkah kerennya!
Isu perselingkuhan memang gampang menyulut reaksi emosional, apalagi kalau yang disakiti itu perempuan nan jelita, maka makin panaslah warganet.
Ada beberapa isu yang pastinya butuh konformasi: Betulkah dirinya diselingkuhi? Benarkan banyak pria yang mendekati dirinya yang notabene belum resmi bercerai? Apakah angka ratusan pria itu masuk akal? Adakah upaya taaruf itu nyata atau sekadar psywar belaka? Dan bagaimana caranya dia dapat menghitung dengan tepat jumlah lelaki yang tidak sedikit itu?
Dunia ini terlanjur diselimuti kabut tebal berbagai isu-isu kontroversial, yang menelusuri kebenarannya bisa lebih rumit daripada menuntaskan teka-teki silang.
Sembari menjernihkan kebenaran isu-isu yang tengah berkembang, sejatinya ada persoalan lain yang perlu diwaspadai oleh kaum muslimin. Berita yang menyebar begitu liar, bahwa sudah banyak lelaki yang mendekati si cantik itu itu sungguh dampaknya dapat menjalar kemana-mana.
Sekiranya perempuan tersebut belum resmi berpisah, atau belum ada ketuk palu hakim di meja hijau, maka statusnya si cantik adalah masih istri sah suaminya. Di sinilah kerumitan itu perlu diurai, bahwa apa hukumnya dalam fikih jika taaruf dengan perempuan dalam kondisi tersebut?
Pertama, si cantik itu statusnya masih istri sah orang lain. Kendati mati-matian dia mengaku dalam proses perceraian, tapi pada kenyataannya kondisinya belum resmi menjanda. Siapa pun lelaki yang serius melakukan pendekatan, sama artinya lagi taaruf dengan istri sah orang lain. Apabila tujuan pendekatannya adalah untuk menikahi, maka kelak pria tersebut tergolong menikahi istri orang lain.
Larangan ini ditegaskan pada surat an-Nisa ayat 22, yang artinya, “Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami.”
Dengan demikian, proses taaruf apalagi sampai menikah dengan perempuan yang masih bersuami itu bertentangan aturan Allah, dan jelas sekali sesuatu yang diharamkan. Ingatlah perbuatan dosa itu azabnya sangatlah pedih.
Kedua, andai pun si cantik itu sudah resmi bercerai, maka bukan otomatis boleh melamarnya atau menikahinya. Sebab setiap perempuan yang bercerai mestilah melalui masa iddah.
Larangan melamar dan menikahi perempuan yang masih dalam masa iddah diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 235, yang artinya, “Dan janganlah kamu ber’azam (bertetap hati) untuk berakad nikah, sebelum habis iddahnya.”
Hukum yang berlaku di Indonesia pun menerima dan menjalankan hukum yang ditetapkan agama Islam. Sehingga, mestinya tidak ada lagi keraguan kaum muslimin dalam mengamalkannya.
Abdul Gani Abdullah dalam buku Pengantar Kompilasi Hukum Islam dalam Tata Hukum Indonesia (1994: 89) menjelaskan:
Kompilasi Hukum Islam (KHI) Pasal 40 bahwa dilarang melangsungkan perkawinan antara seorang pria dengan seorang wanita karena keadaan tertentu;
a. karena wanita yang bersangkutan masih terikat satu perkawinan dengan pria lain;
b. seorang wanita yang masih berada dalam masa iddah dengan pria lain.
Dengan metode qiyas atau interpretasi analogi, melamar perempuan yang dalam masa iddah (meski sudah bercerai) saja sudah dilarang, apalagi taaruf atau mengajak menikah perempuan yang belum resmi bercerai, alias masih berstatus istri sah suaminya.
Dari kasus begini hendaknya kita memahami, suatu berita tidak cukup diselidiki benar atau tidaknya, tidak cukup dengan memastikan sesuai fakta atau hanya hoaks belaka, melainkan juga dicermati pengaruhnya terhadap pemahaman keislaman yang berkembang dalam masyarakat.
Jangan sampai hanya emosional merasa dizalimi akibat perselingkuhan, tapi akhirnya berdampak pembenaran sesuatu yang dilarang agama. Kalaupun benar si cantik itu korban perselingkuhan hingga mengalami penderitaan batin, itu bukan berarti aturan agama dijadikan taruhan.
Kita mendoakan masa depan yang terbaik untuk si cantik dan perempuan mana saja yang mengalami kejadian buruk.
Namun, berhati-hatilah dalam mengeluarkan statement, banyak pria yang mengajak taaruf saat sang perempuan belum bercerai bukanlah pembelajaran yang baik untuk publik.
Mungkin saja tidak bermaksud menyimpangkan pemahaman dari aturan agama, tetapi masyarakat yang awam dalam fikih Islam dapat saja tergelincir. Akibat kesalahpahaman itu, siapa yang akan menanggung dosa jika ada yang kemudian taaruf atau bahkan sampai menikahi perempaun yang belum resmi diceraikan?
Suatu berita yang viral dari seorang pesohor dapat saja membentuk opini publik, yang boleh jadi mengejutkan dampaknya lalu berujung penyesalan. Siapa pun mestilah berhati-hati, mengeluarkan pemberitaan yang bakal beredar luas di dunia maya.
KOMENTAR ANDA