Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

BERDASARKAN data Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3APPKB) Kabupaten Blitar, Jawa Timur, mengungkap faka bahwa ada 108 anak meminta rekomendasi untuk menikah dini. Data tersebut merupakan rekap sejak Januari hingga Mei 2023.

Permohonan nikah terdiri dari 40 anak dengan status pendidikan SD, 66 anak SMP, dan 2 anak SMA. Rentang usianya dari 12-16 tahun. Alasannya, karena sudah putus sekolah dan anak memilih bekerja dengan skill minim. Selain itu, gaya pacaran anak menjadi alas an tambahan dalam hal ini.

Pernikahan dini dan minimnya pendidikan seks

Seorang psikolog anak, remaja, dan keluarga, Sani Budiantini mengungkapkan, pernikahan dini bukan hanya atas dasar suka sama suka, tetapi harus ada kesiapan mental dan kematangan dalam menjalaninya. Jika tidak, maka akan timbul berbagai masalah, bukan hanya terhadap individunya tetapi juga negara.

“Untuk melakukan suatu pernikahan, diburuhkan kematangan mental yang cukup. Menikah itu ibaratnya seperti naik gunung, persiapannya harus matang. Kalau tidak, apa yang terjadi? Bisa masalah yang luar bias aitu muncul,” kata Sani mengutip Newsline Metro TV.

Tidak sedikit masalah psikologis yang seringkali muncul pada seseorang yang mengalami nikah muda, Sebut saja tekanan mental yang berat karena menjadi seorang ibu dan istri sekaligus, masalah kesehatan ibu dan anak, potensi KDRT, permasalahan ekonomi, hingga perceraian.

Pergaulan bebas, dalam hal ini gaya berpacaran anak-anak, menjadi salah satu penyebab adanya pernikahan dini. Apalagi jika kemudian terjadi hamil di luar nikah.

Kondisi ini tidak pula terlepas atau berkaitan erat dengan edukasi seksual sejak dini. Pergaulan bebas terjadi karena seseorang tidak tahu bagaimana cara untuk mengendalikan hasrat kebutuhan seksualnya. Inilah mengapa penting menekankan pendidikan seksual kepada anak, baik dari orang tua, sekolah, maupun pemerintah.

“Ini yang saya rasa, perlunya pemerintah untuk turun tangan sekarang juga. Bukan hanya menekan melalui masalah keagamaan, tapi secara psikologis, apa yang harus anak lakukan, apa saja yang kita tahu tentang gairah yang sedang meningkat, ada ketertarikan terhadap pasangan, dan libido yang sedang tinggi. Semua hal baru, yang menjadi masalah psikologis yang perlu ditangani, tidak hanya masalah agamanya saja,” demikian Sani.

Untuk para orang tua, pendidikan seksualitas sejak anak usia dini bukanlah hal yang tabu. Hal ini penting untuk menghindarkan anak terjerumus aktivitas yang tidak baik.




Kementerian Agama Luncurkan Program “Baper Bahagia” untuk Dukung Ketahanan Pangan Masyarakat Desa

Sebelumnya

Fitur Akses Cepat Kontak Darurat KDRT Hadir di SATUSEHAT Mobile

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel News