BEBERAPA tahun terakhir, angka kelahiran di Jepang begitu mengkhawatirkan. Bahkan Negeri Sakura itu tidak lagi masuk dalam 10 negara dengan penduduk terbanyak di dunia.
Untuk memperluas dukungan bagi kaum muda dan keluarga, sekaligus membantu meningkatkan angka kelahiran yang terus anjlok, Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, meluncurkan anggaran sebesar Rp372 miliar. Diakui Kishida, kebijakan ini belum pernah diambil sebelumnya, termasuk Langkah-langkah untuk meningkatkan pendapatan bagi kaum muda dan generasi yang mengasuh anak.
“Subsidi langsung yang lebih besar bagi mereka yang memiliki anak dan lebih banyak bantuan keuangan untuk pendidikan dan perawatan prenatal tersedia, bersama dengan promosi gaya kerja yang fleksibel dan cuti ayah,” kata Kishida.
“Kami akan bergerak maju dengan langkah-langkah ini untuk melawan penurunan angka kelahiran tanpa meminta masyarakat menanggung beban lebih lanjut,” ujarnya mengutip AFP, Jumat (2/6).
Sebelumnya, Jepang memiliki populasi tertua kedua di dunia setelah Monako. Negara berpenduduk 125 juta jiwa ini mencatat kurang dari 800.000 kelahiran tahun lalu, terendah sejak pencatatan dimulai. Padahal, biaya perawatan lansia melonjak.
Rencananya, Kishida ingin menganggarkan sekitar Rp372 miliar selama tiga tahun ke depan untuk kebijakan tersebut. Namun, ia mendapat kritikan keras karena kegagalannya mengidentifikasi sumber pendanaan selain pemotongan pengeluaran di tempat lain dan meningkatkan ekonomi.
Sudah tujuh tahun angka kelahiran menurun
Tingkat kelahiran di Jepang menurun untuk tahun ketujuh berturut-turut pada 2022 dan mencapai rekor terendah. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan, karena populasi yang menyusut dan menua dengan cepat.
Kementerian Kesehatan Jepang mencatat temuan baru terkait angka fertilitas atau rata-rata jumlah anak yang dilahirkan adalah 1,2565. Bahkan, mengutip Reuters, angka fertilitas Jepang pada 2022 berada di level terendah ketibang 2005, yaitu 1,2601. Angka ini jauh di bawah level 2,07 yang diperlukan untuk mempertahankan populasi yang stabil di negara tersebut.
“Populasi kaum muda akan menurun drastis pada 2030-an. Jangka waktu hingga saat itu adalah kesempatan terakhir kita untuk membalikkan tren penurunan kelahiran,” demikian Kishida.
KOMENTAR ANDA