INDONESIA belum bisa terlepas dari angka stunting yang tinggi. Ada banyak faktor yang menyebabkan tumbuh kembang yang tidak optimal pada generasi muda ini. Salah satunya, tingginya jumlah orang tua perokok di rumah tangga.
Ya, orang tua perokok ternyata menjadi salah satu penyebab stunting di Indonesia. Terutama pada keluarga ekonomi lemah, orang tua perokok memiliki pemikiran bahwa ‘lebih baik membeli rokok daripada memberikan makanan bergizi pada anak’.
Penelitian Pusat Kajian Jaminan Sosial UI (2018) mengungkap, balita yang tinggal dengan orang tua perokok tumbuh 1,5 kilogram lebih kurang dari anak-anak yang tinggal dengan orang tua bukan perokok. Dan sebanyak 5,5% balita yang tinggal dengan orang tua perokok punya risiko lebih tinggi menjadi stunting.
Mengutip laman Instagram @kemenkes_ri, rokok menjadi pengeluaran belanja terbesar kedua pada orang miskin, lebih tinggi daripada belanja makanan bergizi, seperti ayam dan telur (Survey Sosial Ekonomi Nasional, 2021)
Beban ekonomi yang tinggi ini menyebabkan balita berisiko tinggi mengalami stunting hingga 5,5%. Menurut Global Addult Tobacco Survey, setiap bulannya orang dewasa dalam keluarga dapat mengeluarkan Rp382 ribu untuk membeli rokok, yang sebenarnya bisa dialihkan untuk membeli protein hewani yang sangat dibutuhkan agar anak-anak tidak stunting.
Rokok dapat menimbulkan residu nikotin dan bahan kimia berbahaya lainnya yang ditinggalkan asap rokok, atau disebut dengan second hand smoke dan third hand smoke.
Second hand smoke merupakan asap rokok yang dilepaskan oleh perokok, kemudian dihirup oleh orang-orang sekitarnya. Sedangkan third hand smoke adalah sisa bahan kimia dari asap rokok, umumnya tidak terlihat tapi berbahaya. Asap dan residu dari orang yang merokok ini akan menempel di dalam rumah, seperti pada gorden, karpet, dan sofa.
Jadi Ayah Bunda, ayo selamatkan putra-putri Anda. Kurangi merokok dan lebih mementingkan pemenuhan gizi anak. Mari bersama-sama mencegah stunting yang bisa menghambat tumbuh kembang anak yang sempurna.
KOMENTAR ANDA