APABILA tidak berhati-hati, bisa-bisanya orang berprasangka Al-Qur’an mengandung ajaran misoginis (kebencian terhadap perempuan). Sebagaimana dua ayat berikut ini yang jika tidak dipahami secara utuh, dapat menimbulkan pro kontra.
Surat an-Nisa ayat 76, yang artinya: “Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.”
Surat Yusuf ayat 28, yang artinya: “Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu (hai kaum wanita). Tipu dayamu benar-benar hebat.”
Telah dinyatakan dalam Al-Qur’an bahwa tipu daya setan itu sesungguhnya lemah, pada ayat lain disebutkan tipu daya wanita malah hebat. Pertanyaan kemudian:
Apakah wanita itu makhluk yang penuh dengan tiup daya, dan bukankah tipu daya itu sesuatu yang keji? Jika benar wanita punya tipu daya, benarkah tipu daya kaum hawa lebih mengerikan dibanding tipu daya setan, sedangkan setan itu makhluk terkutuk?
Sampai di sini hendaknya terbit kesadaran mempelajari Al-Qur’an dan tafsirnya secara komprehensif. Surat Yusuf ayat 28, yang artinya, “Maka, ketika melihat bajunya (Yusuf) koyak di bagian belakang, dia (suami perempuan itu) berkata, ‘Sesungguhnya ini adalah tipu dayamu (hai kaum wanita). Tipu dayamu benar-benar hebat.”
Al-Aziz terpengaruh dengan tipu daya istrinya, yang mana Zulaikha menuduh Yusuf telah menggoda dirinya berbuat maksiat. Setelah diperiksa, justru baju Yusuf koyak di bagian belakang. Inilah bukti Zulaikha menariknya untuk melakukan perbuatan terlarang.
Dari terbongkarnya muslihat sang istri, maka bangsawan Mesir itu mengecam, bahwa tipu daya wanita memanglah hebat.
Surat an-Nisa ayat 76, yang artinya: “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah dan orang-orang yang kufur berperang di jalan tagut. Perangilah kawan-kawan setan itu. Sesungguhnya tipu daya setan itu lemah.”
Pada ayat ini diterangkan betapa kaum muslimin berperang mengandalkan kekuatan iman, sedangkan kaum kafir berperang sebagai temannya setan. Allah Swt menegaskan, jangankan pasukan kafir yang berstatus sekutunya setan, bahkan sekalian setan-setan itu tipu daya mereka sangatlah lemah, asalkan dihadapi dengan keimanan. Singkat kata, tipu daya setan menjadi lemah kalau dihadapi dengan kekuatan iman.
Sampai di sini sudah tersibak, bahwa kedua ayat tersebut hadir dalam konteks yang berbeda. Kesalahpahaman dapat terjadi apabila kedua ayat tidak ditampilkan secara utuh.
Apakah dengan begitu wanita tidak punya tipu daya? Apakah hebatnya tipu daya itu terkhusus bagi Zulaikha semata, yang tergila-gila dengan ketampanan Yusuf?
As-Sayyid Muhammad Shiddiq Khan dalam bukunya Al-Qur'an dan As-Sunnah Bicara Wanita (2022: 96) mengungkapkan, Dia (Al-Aziz) mensifati tipu daya para wanita itu sebagai tipu daya yang besar, karena memang tipu daya wanita lebih besar dari tipu daya manusia.
Diriwayatkan dari sebagian ulama, dia berkata, “Aku lebih takut kepada wanita dan tidak seberapa takut kepada setan. Setan membisiki secara sembunyi-sembunyi, sedangkan wanita langsung berhadapan dengan lelaki.”
Perempuan memang memiliki daya tarik yang istimewa dan dapat melemahkan pendirian kaum Adam. Bahkan godaan wanita lebih dahsyat, karena dilakukan secara terang-terangan.
Kecantikannya tampak jelas di mata, kelembutannya menggema di telinga, keharumannya tercium oleh hidung, dan kehalusannya terasa menggetarkan kulit. Semua potensi itu jika dijadikan bahan tipu daya memang terasa lebih dahsyat dibandingkan dengan setan. Tetapi tidak pula dapat disimpulkan wanita lebih rendah daripada setan.
Sebagian orang dapat merasakan seperti yang dialami Al-Aziz, lelaki yang lemah pondasi keimanannya maka akan mudah diperdaya oleh wanita. Sebagaimana dahsyatnya tipu daya Zulaikha berpangkal dari kelemahan Al-Aziz itu sendiri.
Yasir Burhami dalam bukunya Renungan Iman dalam Surat Yusuf (2014: 119) menerangkan, Ada sebagian orang yang berasumsi bahwa Allah-lah yang memperbesar tipu daya para wanita. Padahal kenyataannya, hal ini adalah pembicaraan sang raja (Al-Aziz). Sedangkan Al-Qur’an hanya sekadar menceritakannya dan hal itu bukan berarti Al-Qur’an membesar-besarkan tipu daya para wanita pada setiap masyarakat.
Di dalam masyarakat muslim yang suci dan bersih, serta tidak didasarkan kepada upaya untuk mengikuti kehendak syahwat, makar dan tipu daya wanita sangatlah lemah. Namun, di dalam masyarakat yang menjadikan wanita sebagai penentu dan meletakkan dasar-dasar masyarakat itu di atas kehendak syahwat, maka makar dan tipu daya mereka sangatlah besar. Karena wanita di dalam masyarakat yang seperti itu akan banyak mengikuti kehendak syahwatnya.
Bahkan dengan bahasa yang radikal, bahwa masyarakat itu merupakan pusat daripada kehendak syahwat. Wanita akan menjadi penentu dari setiap orang yang mengikuti kehendak syahwatnya, sedangkan para laki-laki akan selalu menuruti segala kehendak para wanita tersebut.
Seorang yang beriman tidak boleh didominasi oleh tipu daya wanita, karena ketundukan laki-laki terhadap kehendak-kehendak syahwatnya.
Dari kutipan di atas dapat disimpulkan, bahwa bagi orang yang tunduk kepada syahwat, maka dirinya akan merasakan betapa hebatnya tipu daya wanita. Namun, bagi mereka yang mampu mengendalikan hidupnya dengan bekal keimanan, maka tidak akan ada tipu daya yang dapat menggoyahkannya, bahkan tipu daya setan pun akan terasa lemah.
Pandangan ini menunjukkan bahwa sebagian lelaki mungkin menghadapi kesulitan dalam menghadapi tipu daya wanita, karena daya tarik yang dimiliki oleh wanita tersebut. Ketertarikan yang timbul dapat membuat kaum lelaki lebih rentan terhadap pengaruh wanita dan membuat mereka kesulitan untuk membedakan antara tipu daya dan kebenaran.
Tetapi penting untuk dicatat, bahwa pandangan ini mungkin terlalu umum. Tidak semua wanita menggunakan tipu daya untuk mencapai tujuannya. Lebih banyak lagi wanita yang berinteraksi secara jujur dan transparan dalam sebuah hubungan.
KOMENTAR ANDA