Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

GADIS itu bercucuran air mata, tiada terhenti. Dalam hitungan detik menjelang bersanding di pelaminan, sang arjuna lari bersama janda kembang. Berbulan-bulan kesedihan itu belum juga pupus. Sanak famili sudah berusaha menghibur, tapi air matanya tidak berhenti mengucur. Kesedihannya belum menemukan pelipur lara.

Namun ada yang menarik, tatkala gadis itu punya cara unik, menangis bersama Al-Qur’an. Tangisannya memang tetap tidak berhenti, tetapi berganti makna. Maksudnya, bukan lagi meratapi lelaki yang sudah lari. 

Gadis itu membuka lembaran kitab suci secara acak, ia membacanya persis di halaman yang terbuka. Setelah membaca, dirinya mempelajari makna dan penafsirannya. Siapa sangka, air matanya yang mengalir justru berhulu dari mata air kebenaran Al-Qur’an. Bersama kitab suci, dirinya menemukan kebahagiaan, meski dibarengi cucuran air mata.

Apakah gadis tersebut berlebihan dengan air matanya? Apakah menangis bersama Al-Qur’an merupakan sesuatu yang dibenarkan? 

Orang yang pernah merasakan nikmatnya menangis bersama Al-Qur’an ternyata cukup banyak. Bahkan air mata keimanan itu menjadi legenda mengharukan.

Abdullah ibnu Ibrahim Al-Luhaidan dalam bukunya Dan Al-Quran pun Membuatku Menangis (2013: 18-19) menceritakan, Al-Qasim berkata, “Jika di pagi hari aku keluar rumah, maka aku memulai dari rumah Aisyah. Aku beri salam padanya. Pada suatu hari aku melihatnya sedang berdiri sambil bertasbih dan membaca: 

Allah menganugerahkan karunia kepada kami dan menjaga kami dari azab neraka.” (arti surat ath-Thuur ayat 27) 

Beliau (Asiyah) berdoa, “Jauhkanlah kami dari siksa yang memilukan.” Dan mengulang-ulanginya sambil menangis.

Pada saat itu aku berdiri hingga terasa pegal. Kemudian aku pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan. Setelah itu, aku kembali lagi ke rumah Aisyah. Namun, aku masih mendapati beliau dalam keadaan semula. Seolah-olah dia sedang salat dan menangis. Al-Qasim adalah anak saudaranya, yaitu Muhammad bin Abu Bakar.

Dalam sejarah Islam, Aisyah dikenal sebagai istri Rasulullah yang sangat cerdas. Otaknya luar biasa brilian. Dia merupakan perempuan yang terlatih menggunakan penalaran logis. Di atas semua keunggulan itu, tidak membuat dirinya kehilangan kehalusan nurani, hingga air matanya pun luruh bersama Al-Qur’an.

Hebatnya, ayat yang membuat tangisannya pecah justru yang berkaitan dengan karunia Allah, yang memelihara dari azab neraka. Dengan demikian, kaum muslimin hendaknya memahami makna terdalam dari menangis bersama Al-Qur’an. Harus jelas apa yang hendak dituju dari air mata yang mengalir syahdu. 

Surat Maryam ayat 58, yang artinya:

Apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah Yang Maha Pengasih, mereka tunduk, sujud, dan menangis.”

Menangis bersama Al-Qur’an merupakan pengalaman yang sangat mendalam, sebagai kekayaan spiritual yang mengesankan. Ketika seseorang mampu menyelami ayat-ayat Al-Qur’an, maka dirinya merasakan haru dan takjub.

Al-Qur’an mengandung banyak ayat yang berbicara tentang kasih sayang, dan pengampunan Allah. Saat merenungkan makna-makna ini, seseorang dapat merasakan perasaan terdalamnya, terlebih jika mengingat dosa-dosa yang pernah dilakukan atau ketika menghadapi kesulitan hidup. Menangis dalam momen ini bisa menjadi bentuk penyerahan diri kepada Allah dan harapan akan pengampunan-Nya.

Al-Qur’an juga mengandung ayat-ayat yang menggambarkan kebesaran dan keindahan ciptaan Allah. Saat memahami keagungan-Nya, seseorang bisa merasakan perasaan takjub yang teramat mendalam. Menangis dalam momen ini bisa menjadi ekspresi penghambaan total terhadap keagungan Allah.

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Jalan Rakhmat: Mengetuk Pintu Tuhan (2013: 105) mengungkapkan, di antara keajaiban Al-Qur’an, ada orang yang tersentuh dengan bacaan Al-Qur’an itu, walaupun dia tidak memahami artinya. Akan tetapi, jumlahnya kecil, kecil sekali. Kebanyakan orang tersentuh bacaan Al-Qur’an karena dia memahami kandungan Al-Qur’an itu. 

Cobalah setiap hari ada ayat yang direnungkan maknanya sampai kita terharu, kalau bisa sampai menangis. Karena menangis ketika mendengarkan Al-Qur’an adalah sunnah Nabi Saw. Menurut Al-Qur’an, menangis itu menjadi sunnah orang-orang saleh sepanjang sejarah, sunnah para nabi sebelumnya.

Nasihat ini tentulah amat berharga, karena memang sebaik-baiknya menangis bersama Al-Qur’an karena memahami maknanya. Hindarilah menangis itu gara-gara mendengar suara atau bacaan ayat orang lain dengan irama mengharu-biru.

Oleh sebab itu, sebaiknya janganlah membaca Al-Qur’an secara terburu-buru mengejar khatam. Lebih baik baca dengan perlahan satu ayat, pahami maknanya, lalu renungkan. Semoga air mata kita yang mengalir itu benar-benar berhulu dari telaga keimanan. 

Apabila kita tengah dilanda kesulitan hidup, maka bacalah Al-Qur’an, temukan ayat-ayat yang menguatkan batin. Ketika kita menangis bersama Al-Qur’an, semoga itu disebabkan keimanan yang kokoh. Menangis dalam momen ini bisa menjadi ekspresi kelegaan dan rasa syukur atas penemuan ketenangan melalui Al-Qur'an.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur