ULAMA kontemporer Aidh al-Qarni menyebutkan, senyum adalah sihir yang halal, lambang persaudaraan, ungkapan ketulusan, risalah kasih sayang, dan penyampai rasa cinta. Senyum bisa menghancurkan kedengkian yang telah mengeras bagai batu, mengenyahkan duri permusuhan, mengurai simpul-simpul kebencian, mengusir rasa iri, membersihkan noda-noda perseteruan, dan menghapus luka perselisihan.
“Senyummu di depan saudaramu adalah sedekah,” demikian sabda Nabi saw.
Senyum adalah obat mujarab yang diperintahkan bagi orang-orang yang masih memiliki hati. Barang siapa dikehendaki baik oleh Allah, niscaya Dia membuat baik akhlaknya, melembutkan hatinya, dan menghiasi wajahnya dengan senyuman yang merekah kepada saudara-saudaranya; senyum yang melimpahkan cahaya ketenangan dan menghembuskan angin kedamaian. (Aidh al-Qarni dalam bukunya Memahami Semangat Zaman [2006: 8182])
Semua manusia memiliki bibir, tapi tidak setiap bibir mampu menyajikan senyuman bernilai ibadah. Banyak pihak yang sukses tersenyum manis, namun hanya sedikit yang berhasil menyentuh hati. Senyum yang bernilai ibadah itu tidak selalu berasal dari bibir seksi, melainkan hati yang suci.
Anehnya banyak yang rajin tersenyum, tetapi yang memusuhinya pun tidak sedikit. Senyumnya justru mendatangkan kecemasan bahkan kebencian bagi orang lain.
Para diktator kejam dunia, contohnya, senyumnya membawa keresahan yang dalam. Tentu saja, senyuman seperti itu tidak digolongkan sebagai ibadah yang berkadar pahala.
Berikut ini adalah cara-cara mempunyai senyum yang bernilai ibadah dan mendatangkan keberkahan:
Pertama, biasakan berpikiran positif sehingga mampu melihat dunia dengan cerah, penuh harapan serta persahabatan. Iklim batin yang sehat akan membuat senyuman indah lekas terbit. Jadi, konsistenlah berpikir yang baik-baik atau dalam bahasa agama disebut husnudzan.
Kedua, senyuman dari hati jatuh ke hati, ungkap grup nasyid Raihan. Senyuman dengan motif-motif tertentu semisal target keuntungan materi sering terasa tidak nyaman di hati. Akibatnya senyuman pun terasa hambar. Jadi munculkanlah senyuman tulus dari lubuk hati terdalam.
Ketiga, selain bertujuan memberikan kenyamanan, senyum juga bertujuan menghargai orang lain. Kalau terpancar senyuman yang mengandung muslihat, cemoohan dan sejenisnya justru bernilai dosa, karena merendahkan orang lain. Perkuatlah senyum sebagai ibadah dengan tujuan menghargai makhluk Allah yang lain.
Keempat, aktivitas tersenyum sebaiknya dibarengi dengan akhlak mulia. Sehingga senyum kita juga membuat orang yang menerima dengan suka hati. Orang akan sulit menerima senyuman dari manusia berperangai jahat, bahkan mereka sering berprasangka senyuman itu merupakan sindiran atau ancaman.
Kelima, hindari mulut tersenyum tapi hati mencibir. Ini sifat munafik yang merusak keharmonisan. Senyuman seperti ini tak bisa menawan hati orang, sebab yang dilakukan hanya aktifitas bibir tanoa diimbangi kemurnian hati.
Keenam, pastinya dalam tersenyum pun dibutuhkan keikhlasan. Hanya dengan ikhlas, maka senyum bernilai pahala. Niatkan kita tersenyum untuk membahagiakan hati orang yang mungkin sedang susah, atau pikirannya yang sedang gundah.
Senyuman yang memiliki nilai ibadah sejatinya tidak hanya tergantung pada gerakan bibir, tetapi juga berasal dari hati yang ikhlas dan nurani yang bersih. Senyuman semacam itu mengandung nilai-nilai spiritual dan dapat menjadi bentuk ibadah yang diterima oleh Allah atau sesuai dengan keyakinan agama seseorang.
Senyuman yang muncul dari hati yang ikhlas mencerminkan kebaikan dan kasih sayang yang tulus terhadap sesama. Ini adalah senyuman yang diberikan tanpa pamrih, tanpa motif tersembunyi, dan tanpa mengharapkan balasan atau pujian. Senyuman semacam itu mampu memberikan kebahagiaan kepada orang lain dan menciptakan atmosfer yang positif di sekitarnya.
Untuk menghasilkan senyuman bernilai ibadah, penting bagi seseorang merawat hati dan nuraninya. Ini melibatkan berbagai aspek, seperti membersihkan hati dari prasangka buruk, memaafkan kesalahan orang lain, mengembangkan empati, memperluas cakrawala pengetahuan agama, dan berusaha menjadi pribadi yang lebih baik.
Selain itu, menghadirkan Allah dalam setiap tindakan dan mengikuti ajaran agama dengan sungguh-sungguh juga membantu seseorang menghasilkan senyuman bernilai ibadah. Senyuman yang timbul akan mencerminkan kebaikan dan ketenangan batin yang mendalam.
Dengan demikian, benar bahwa tidak semua orang mampu menghasilkan senyuman bernilai ibadah, karena hal itu memerlukan upaya dan kebersihan hati yang sungguh-sungguh. Namun, dengan kesadaran, niat yang baik, dan pengembangan spiritual, seseorang dapat memperoleh kemampuan untuk menghadirkan senyuman yang tulus, penuh kasih, dan bernilai ibadah dalam interaksinya dengan sesama.
Tersenyumlah, karena selain mendapatkan pahala menyejukkan hati orang lain, senyuman sebenarnya memberi efek positif bagi kita sendiri. Orang yang rajin tersenyum ikhlas, hidupnya senantiasa dalam keberkahan.
KOMENTAR ANDA