SEORANG ibu baru saja mengunggah di akun media sosialnya, kondisi sang anak yang terbaring lemah di sebuah rumah sakit. Dalam caption foto postingannya, si Ibu menjelaskan bahwa buah hatinya itu baru saja divonis dokter menderita bronkopneumonia. Hal itu terjadi diduga karena polusi udara yang kian pekat.
“Anakku jadi korban polusi buruk ini. Kena bronkopneumonia, 10 hari di rawat inap RS. Gejala awal batuk pilek biasa, demam tinggi stabil di 38-39, bahkan kalau malam hari sampai 40,” tulis si Ibu di akun Instagram @srinurdiyanti***.
Karena panas yang tidak kunjung turun, si Ibu langsung membawa anaknya ke RS untuk melakukan tes darah dan tes urine. Hasil keduanya aman. Namun, saat melakukan rontgen baru diketahui dalam paru-paru sang anak ada infeksi bakteri.
“Dikasih paracetamol tidak mempan, dikasih antibiotik biasa dari RS juga tidak mempan. Sampai pakai antibiotik yang tingkatnya tinggi, paka meropenem baru mempan. Bayangkan, antibiotik yang dosisnya tinggi dipakai anak 2 tahun!” kesal si Ibu.
Di akhir tulisan, si Ibu berpesan agar pemerintah lebih serius lagi dalam menangani polusi udara, agar tidak banyak anak yang jatuh korban dan harus mengalami seperti yang diderita anaknya.
Lalu, apa itu bronkopneumonia?
Bronkopneumonia pada anak sering kali menimbulkan kekhawatiran bagi para orang tua. Infeksi pernapasan ini umumnya terjadi pada anak berusia 2 ke bawah. Bronkopneumonia seringkali menjadi penyebab kematian pada anak balita.
Berdasarkan laporan UNICEF dan IDAI (2015), ada sekitar 20ribu balita di Indonesia yang meninggal karena pneumonia. Salah satu jenis pneumonia yang sering dialami anak adalah bronkopneumonia, yaitu peradangan pada saluran napas utama (bronkus) dan paru-paru akibat infeksi bakteri, virus, atau jamur.
Risiko bronkopneumonia meningkat apabila anak tinggal di lingkungan yang kotor, sering terpapar asap rokok dan polusi udara, pernah kontak langsung dengan penderita pneumonia, atau memiliki kondisi kesehatan tertentu, misalnya malnutrisi.
Gejala bronkopneumonia pada anak umumnya bervariasi, seperti batuk berdahak, demam, sesak napas, menggigil, nyeri dada, rewel, kehilangan nafsu makan, gelisah, muntah, wajah pucat, bibir dan kuku kebiruan, serta napas berbunyi.
Jika tidak segera ditangani, ada kemungkinan akan muncul komplikasi lain yang lebih berbahaya. Misalnya infeksi darah, abses paru-paru, efusi pleura, hingga gagal napas.
Bronkopneumonia pada anak memang terlihat menakutkan, namun masih bisa dicegah dengan cara:
- Ajarkan anak untuk selalu mencuci tangan, terutama sebelum makan atau sesudah BAK dan BAB.
- Hindari anak dari paparan polusi, seperti debu dan asap rokok.
- Jauhkan bayi atau anak dari penderita bronkopneumonia.
- Lengkapi imunisasi anak.
Bila anak mengalami gejala-gejala bronkopneumonia, segera bawa ke dokter untuk mendapatkan penanganan dan pengobatan yang benar.
KOMENTAR ANDA