PEMAKAIAN rokok elektrik atau yang tren disebut vape, semakin tren di kalangan remaja. Sebagian besar beranggapan, mengisap vape tidak berbahaya ketimbang rokok konvensional. Vape yang beragam bentuknya, dianggap lebih ‘berkelas’ ketimbang rokok biasa.
Rokok elektrik sebenarnya adalah rokok yang beroperasi menggunakan tenaga baterai, tetapi tidak membakar tembakau seperti produk rokok konvensional. Rokok ini membakar cairan menggunakan baterai dan uapnya masuk ke paru-paru.
Electronic cigarette dirancang untuk memberikan nikotin tanpa pembakaran tembakau, dengan tetap memberikan sensasi merokok pada penggunaannya. Namun sama saja, cairan tersebut mengandung bahan-bahan berbahaya.
Cairan yang digunakan untuk rokok elektronik terdiri dari campuran air perasa, nikotin, propillen glikol, atau gliserin nabati. Pengguna bisa memodifikasi perangkat pod/kartrid untuk diganti dengan zat lain.
Aerosol rokok elektronik juga mengandung zat berbahaya, di antaranya senyawa organik yang mudah menguap, partikel halus, logam berat (nikel, timah, dan timbal), perasa berbahan kimia yang memicu penyakit paru, nikotin, dan bahan kimia penyebab kanker.
“Rokok elektronik mengandung nikotin yang sangat adiktif dan bisa membahayakan perkembangan otak, yang dapat berlanjut hingga usia 25. Anak yang menggunakan rokok elektronik berisiko menjadi perokok konvensional,” tulis KemenPPPA dalam laman Instagramnya.
Di samping bersifat adiktif, nikotin merusak kerja Korteks Prefrontal (PFC), yaitu pengatur atensi, ingatan proses belajar, suasana hati, kendali diri (impulse control) yang masih berkembang sampai usia 25.
Hasil studi kadar nikotin di urin (kotinin) perokok elektronik FKUI-RS Perhabatan (2018) menemukan ketergantungan nikotin dari perokok elektrik yang sama dengan perokok konvensional.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi remaja memilih rokok elektrik untuk mereka konsumsi, di antaranya adalah faktor teman, internet, orang tua, televisi, buku, kepribadian, psikologis, lingkungan, biologis, dan lainnya.
Faktor teman sangat memengaruhi remaja mengonsumsi rokok elektrik. Para remaja ingin ingin terlihat keren atau mengikuti tren agar bisa masuk dalam suatu kelompok/geng, hingga ketidakinginan dibilang cupu, dan lain sebagainya.
“Jadi, orang tua ada baiknya sesering mungkin mengedukasi anak tentang bahaya merokok. Tidak hanya rokok konvensional, rokok eletrik pun memiliki risiko gangguan nikotin yang cukup besar,” begitu pesan KemenPPPA.
KOMENTAR ANDA