KEMENTERIAN Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) akan meluncurkan laporan studi dispensasi kawin dengan tema “Quo Vadis Kepentingan Terbaik bagi Anak dalam Putusan Dispensasi Kawin” di Jakarta, Senin (19/6/2023).
"Perkawinan anak masih menjadi tantangan besar di Indonesia," kata Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti.
Dia mengatakan, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tercatat dalam kurun waktu tiga tahun terakhir angka perkawinan anak mengalami penurunan dari 10,82% (2019), menjadi 10,35% (2020), dan 9,23% (2021).
"Namun, pemerintah menargetkan angka penurunan perkawinan anak sebanyak 8,4 % pada 2024 dan 6,94% pada 2030," ujarnya.
Hal itu, menurut Dini, telah diupayakan dengan ditetapkannya perubahan kebijakan melalui UU No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyampaikan apresiasi kepada Plan Indonesia dan berbagai pihak yang terlibat atas inisiasinya dalam Peluncuran Laporan Studi Dispensasi Kawin, dengan tema “Quo Vadis Kepentingan Terbaik bagi Anak dalam Putusan Dispensasi Kawin”. Tentunya hal ini merupakan sumbangsih nyata dari Plan Indonesia bagi upaya perlindungan anak di Indonesia.
“Semoga upaya yang kita lakukan bersama dapat memberikan hasil yang baik dan berkelanjutan, untuk memberikan kehidupan terbaik bagi anak-anak kita, serta mewujudkan Indonesia Emas 2045,” ujar Menteri PPPA.
Menteri PPPA mengungkapkan melihat fenomena perkawinan anak, tentunya upaya pencegahan yang kita lakukan ke depan harus lebih terstruktur, holistik, dan integratif; memadukan kerja sama antar sektor, termasuk menggandeng berbagai pihak seperti lembaga swadaya masyarakat/organisasi masyarakat, media massa, akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, hingga masyarakat itu sendiri.
Menteri PPPA mengatakan penelitian ini telah menghasilkan beberapa rekomendasi untuk Pemerintah Pusat sampai Daerah, Mahkamah Agung, orang tua, pimpinan adat, agama dan masyarakat dalam upaya pencegahan perkawinan anak sesuai tugas dan fungsinya.
Sementara itu, Koalisi 18 plus (+) Ajeng Gandini menganalisa putusan Pengadilan Agama dalam permohonan dispensasi kawin.
Dia menyebutkan alasan anak menikah, satu dari dua responden menjawab anak menikah karena hamil duluan. Sedangkan satu dari tiga koresponden menjawab anak menikah karena kemauan anak.
"Ada faktor adat yang menyebabkan anak perempuan tergoda untuk melakukan nikah di usia anak," ujarnya.
Selain itu, ada juga bujuk rayu dari pacar biasanya laki-laki dewasa yang menyebabkan anak perempuan tergoda untuk melakukan pergaulan bebas.
"Sehingga dia hamil dan menikah saat di usia anak," pungkasnya.
KOMENTAR ANDA