BERTAHUN-TAHUN berjuang melawan skizofrenia, trauma, dan kesedihan, perempuan Singapura bernama Amy Kang (48) merasa berdaya menjadi pengantar makanan. Inilah pekerjaan yang memungkinkan Amy menjaga kesehatannya, menjadi advokat kesehatan mental, dan menghabiskan waktu bersama putranya yang berusia 15 tahun.
“Pertama kali saya mendengar suara-suara di kepala saya di usia 19 tahun. Saat itu tahun 1994 dan saya belajar administrasi bisnis di Singapore Polytechnic (SP). Saya tidak mengetahuinya saat itu, tetapi itu ternyata adalah tanda skizofrenia,” kenang Amy.
Ketika ia sedang berkemah di Pulau Ubin bersama teman-temannya. Ada suatu momen mereka menggoda Amy hingga membuatnya kesal. Saat itulah ia mengaku, suara-suara di kepalanya menyuruhnya untuk berteriak. Amy tidak mampu mengendalikan dirinya, dan saat itu orang-orang menyangka ia kerasukan. Setelah sampai di rumah, orang tuanya memilih diam.
Berbulan-bulan kemudian, ketika ia berada di lantai atas sebuah gedung, suara-suara itu menyuruhnya menjatuhkan pot tanaman dari ketinggian. Belum juga ia menyadari apa yang terjadi, dua polisi menghampirinya. Kedua polisi itu kemudian membawanya ke Institut Kesehatan Mental (IMH). Ia dirawat selama beberapa hari, dan dokter memberi tahu bahwa Amy mengidap skizofrenia.
Setiap kali ia harus dirawat di IMH, ibunya siaga, menutup kios jajanan di Mountbatten lebih awal dan pergi jauh-jauh ke rumah sakit hanya untuk membawakan saya makan siang setiap hari. Sang ibu tidak pernah menghakimi atau menanyainya. Namun selalu mengingatkan Amy untuk meminum obatnya.
Karena skizofrenia, sulit bagi Amy mempertahankan pekerjaan penuh waktu, jadilah ia bekerja paruh waktu yang berbeda untuk menghidupi ibu, saudara perempuan, dan dua saudara laki-laki saya. Dalam satu waktu, ia pernah menjadi kru tiket di Universal Studios Singapore, kasir di kafe, dan asisten klinik.
Pada tahun 2005, Amy memutuskan untuk menikahi seorang pria yang ia kagumi, sosok yang memiliki jiwa wirausaha. Mereka bekerja sama sebagai agen property. Sang suami bahkan membantunya dalam bisnis jajanan yang menjual sop ikan.
Namun, beberapa tahun setelah menikah, Amy menyadari bahwa hubungan mereka tidak berhasil. Mereka tidak memiliki rencana yang stabil dan tidak mampu berkomunikasi dengan baik satu sama lain.
Amy mengaku mengalami beberapa momen terendah di tahun 2018 dan 2019. Ia dan suaminya tidak lagi berbicara. Ketika berbicara, mereka bertengkar. Ia juga bergumul dengan pekerjaan paruh waktu dan pernah menganggur selama beberapa waktu.
“Pada beberapa hari, saya bahkan sulit untuk bangun. Saya merasa lepas kendali. Skizofrenia saya semakin parah. Saya lebih berhalusinasi, saya kesulitan berpikir, dan mata saya berputar ke kanan. Saya hanya ingin berbaring dan melupakan dunia,” ungkap Amy.
Dokter kemudian memberinya satu set obat baru yang sangat membantu, meskipun Amy masih tetap merasa sedih berkepanjangan.
Hingga kemudian Amy menemukan unggahan Facebook yang mengubah hidupnya. Itu adalah program Caregivers-to-Caregivers (C2C) yang digagas Caregivers Alliance Limited (CAL), sebuah organisasi nirlaba yang mendukung pengasuh orang dengan penyakit mental.
Program ini menyelamatkan Amy, membantunya lebih memahami penyakit mental yang ia miliki dan bagaimana menjaga diri sendiri. Ia adalah pengasuh dirinya sendiri.
Jika IMH membantu secara medis, program C2C membantu Amy secara sosial dan emosional. Ia menjadi lebih percaya diri dan merasa ada harapan untuk masa depannya.
Pada tahun 2019, Amy pun mulai bekerja sebagai pengantar makanan. Itu saja. Terlalu banyak pekerjaan paruh waktu ternyata juga tidak baik untuk kesehatan mentalnya.
Ketika sang ibu meninggal pada tahun 2021, ia dapat memakamkannya dengan baik. Tak ada luapan emosi berlebihan, bahkan Amy mampu mendampingi anaknya yang sangat kehilangan neneknya.
Menjadi pengendara pengiriman makanan juga membantu dalam hal skizofrenia. Pekerjaan tersebut memungkinkan Amy untuk fokus lebih baik dan menjernihkan pikiran. Karena ia bisa memilih kapan menerima pesanan, dan ketika saya sakit, ia bisa berhenti sejenak lalu melanjutkan di lain hari.
Rekan-rekan kerjanya memahami kondisi kesehatannya. Dengan aplikasi chat antara pengendara, mereka juga bisa saling membantu andai satu pengantar mengalami masalah.
“Bagian terbaik menjadi pengendara pengiriman dengan Deliveroo adalah fleksibilitasnya. Saya bisa menyeimbangkan pekerjaan dan keluarga. Saya bisa meluangkan waktu bersama putra saya atau menghadiri program bersama CAL,” ujar Amy penuh syukur—seperti dikisahkan kepada CNA.
KOMENTAR ANDA