Menteri Agama Republik Indonesia Yaqut Cholil Qoumas meminta Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi untuk menerapkan skema perlindungan, pelayanan, dan pembinaan dengan menyesuaikan kondisi fisik jemaah, agar mereka tidak memaksakan.
"Jadi yang benar-benar mungkin saja yang boleh lontar jumrah sendiri dan boleh tawaf ifadah sendiri. Lainnya, jemaah yang secara fisik tidak memungkinkan, saya minta lontar jumrahnya dibadalkan," kata Yaqut di lansir dari laman resmi Kemenag, Rabu (28/6).
Dia menuturkan, untuk skenarionya badal, jemaah yang tidak mampu. Pihaknya tidak mau jemaah dipaksakan kondisi fisiknya dalam kegiatan membadalkan Jemaah. Sebelumnya, kegiatan jemaah haji setelah prosesi wukuf di Arafah selanjutnya mabit (menginap) di Muzdalifah dan Mina.
Di mana menurut dia, selama di Mina, jemaah akan melontar Jumrah Aqabah pada 10 Zulhijjah, dilanjutkan jumrah Ula, Wustha, dan Aqabah pada hari-hari Tasyrik.
Dalam pelaksanaan wukuf di Arafah, dia melihat secara umum berjalan baik dan lancar.
Namun, kondisi di Mina jauh lebih berat dibanding di Arafah. Sebab, jemaah akan tinggal lebih lama di tenda Mina. Selain itu, jika di Arafah jemaah hanya diam, di Mina ada aktivitas lontar jamarah.
"Dilaporkan ada tujuh jemaah wafat di Arafah saat menjalani prosesi wukuf. Jika di Mina tidak dipersiapkan dengan betul, kejadian yang sama akan terulang, banyak jemaah yang tumbang, termasuk lansia,”terangnya.
Tak lupa, Yaqut meminta PPIH untuk segera mengidentifikasi jemaah yang harus dibadalkan.
"Lempar jumrah itu kan satu orang bisa mewakili beberapa orang. Tidak ada pungutan apa pun atas badal lontar jumrah," sambungnya.
KOMENTAR ANDA