SEBANYAK 50 perempuan melakukan praktik aborsi di sebuah klinik ilegal di Kemayoran, Jakarta Pusat. Dari hasil penelusuran apparat kepolisian, diketahui klinik ilegal tersebut dijalankan oleh seorang ibu rumah tangga selama satu bulan terakhir.
Kapolres Jakarta Pusat Kombes Komaruddin dalam keterangannya, Kamis (29/6) menjelaskan, janin malang hasil aborsi itu dibuang ke kloset. Praktik aborsi pun dilakukan dengan peralatan seadanya, yaitu alat vakum dan obat penghilang nyeri sederhana. Ini jelas membahayakan nyawa pelaku aborsi.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan awal, pelaku mengaku telah membuka praktik aborsi ilegal ini selama satu bulan terakhir. Mereka memasang tarif mulai dari Rp2,5 juta hingga Rp8 juta, tergantung usia kandungan,” beber Komarudin.
Menanggapi ini, pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel mengatakan, kasus aborsi memperlihatkan wajah diskriminatif hukum positif di Indonesia. Ketika anak yang telah dilahirkan dijadikan sebagai sasararn kekerasan sehingga meninggal dunia, pelaku diancam pidana maksimal 15 tahun. Tetapi pada kasus anak yang dibunuh sebelum dilahirkan (aborsi), hukuman maksimal pelaku hanya 10 tahun.
“Ini seolah anak yang belum dilahirkan punya kasta lebih rendah. Padahal dipastikan, tidak ada satu pasal pun dalam UU Perlindungan Anak yang membedakan antara anak yang belum dan yang sudah dilahirkan,” kata Reza.
Lebih lanjut konsultan Lentera Anak Foundation ini berpendapat, ketika predator seksual memangsa beberapa anak, si pelaku bisa dijatuhi hukuman seumur hidup ataupun hukuman mati. Tapi lagi-lagi, pelaku yang mengaborsi banyak anak hukumannya tetap maksimal 10 tahun.
“Sudah saatnya polisi melakukan terobosan hukum. Pelaku tidak mungkin berpikir sekonyong-konyong ingin mengaborsi. Proses berpikir ini pasti seperti pelaku kejahatan berencana. Targetnya sudah ditentukan, insentif atau manfaatnya sudah ditimbang-timbang, sumber dayanya sudah dipilih, dan risikonya sudah diantisipasi,” tutur dia.
“Ini kan pembunuhan berseri, berencana. Toh, pada kasus pembunuhan anak yang notabene sudah dilahirkan, polisi juga sudah pernah menggandengkannya dengan pasal pembunuhan berencana,” lanjutnya.
Dengan konstruksi hukum sedemikian rupa, menurut Reza, pelaku aborsi layak dijatuhi hukuman mati. Namun polisi tentunya harus bekerja keras mengatasi praktik-praktik aborsi ilegal seperti ini. Dan karena itu, hulunya harus dikelola dengan maksimal.
KOMENTAR ANDA