MENJELANG kepulangan jemaah haji Indonesia ke Tanah Air, mereka diwajibkan untuk melaksanakan tawaf wada’. Ini adalah tawaf perpisahan yang dilakukan sebelum jemaah haji meninggalkan Makkah.
Tawaf wada’ ini hukumnya wajib. Barang siapa yang meninggalkannya, akan dikenakan denda atau dam berupa menyembelih kambing (menurut Syafi’iyah, Hanafiyah, dan Hanabiah). Sementara menurut Imam Malik, Dawud, dan Ibnu Munzir, tawaf wada’ ini hukumnya sunnah.
Akan tetapi, kewajiban tawaf wada’ ini bisa gugur dan tidak dikenakan dam bagi jemaah wanita yang sedang haid atau nifas, istihadiah, orang yang beser, anak kecil, orang yang fisiknya lemah, orang yang luka darah dan keluar terus menerus, orang yang tertekan, dan orang yang tertinggal rombongan.
Atau, jemaah haji yang lemah karena usia atau sakit, sehingga mengalami kesulitan (masyaqqat) jika melaksanakan tawaf wada’.
Bagi wanita yang sedang haid, kewajiban tawaf wada’ ini bisa digantikan dengan berdoa di depan pintu Masjidil Haram ketika akan meninggalkan Makkah.
Tawaf wada’ juga bisa dibarengi dengan tawaf ifadiah bagi Jemaah yang sudah lanjut usia atau dalam kondisi uzur, misalnya sakit yang menjadikannya sangat berat atau tidak memungkinkan melaksanakan ibadah keduanya secara terpisah.
Juga pada Jemaah yang masa tinggal di Makkah sangat terbatas, karena harus segera pulang ke Tanah Air. Contohnya, Jemaah haji gelombang pertama kloter awal.
Tata cara tawaf wada’
Tawaf wada’ dilakukan seperti halnya tawaf pada umumnya. Namun ada hal yang membedakan tawaf wada dengan tawaf lainnya, yaitu para jamaah haji tidak perlu menggunakan kain ihram dan tidak perlu dilanjutkan dengan sa’i dan tahalul.
Berikut ini tata cara melaksanakan tawaf wada:
- Memastikan bahwa tubuh suci yaitu terbebas dari hadats besar maupun kecil.
- Mengenakan pakaian bersih yang tidak terkena najis.
- Harus menutup aurat namun tidak lagi mengenakan pakaian ihram. Biasanya jamaah akan mengenakan pakaian khas dari masing-masing wilayah.
- Tawaf dimulai dari tempat yang sejajar dengan Hajar Aswad yang berada di salah satu sudut Ka’bah. Sebagai informasi tambahan, jika tawaf dilakukan tidak sejajar dengan Hajar Aswad maka putaran tersebut tidak dihitung.
- Mengirikan Ka’bah dan berjalan ke depan.
- Prosesi ini dilakukan di dalam Masjidil Haram namun di luar Hijir Ismail dan Syadzarwan.
- Sama seperti tawaf lain, tawaf wada dilakukan sebanyak 7 kali putaran sambil melantunkan talbiyah.
Dikutip dari laman muslim.or.id, tawaf wada menjadi amalan terakhir bagi orang yang menjalankan haji dan tidak ada lagi amalan setelah itu. Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah Saw:
“Manusia diperintahkan menjadikan akhir amalan hajinya adalah di Baitullah (dengan tawaf wada’, pen) kecuali hal ini diberi keringanan bagi wanita haid.” (HR. Bukhari no. 1755 dan Muslim no. 1328).
KOMENTAR ANDA