NENEK dari remaja yang ditembak mati oleh polisi setelah dihentikan akibat pelanggaran lalu lintas di pinggiran kota Paris mengatakan bahwa dia ingin kerusuhan nasional yang dipicu oleh pembunuhan tersebut segera dihentikan.
Nenek Nahel, yang diidentifikasi bernama Nadia oleh media Prancis mengatakan, para perusuh menggunakan kematian remaja berusia 17 tahun itu, Selasa (27/6) lalu sebagai alasan untuk menimbulkan kekacauan. Padahal, keluarga sejatinya hanya menginginkan ketenangan.
“Saya menyuruh mereka berhenti,” katanya kepada BFM TV.
“Nahel sudah meninggal. Putriku juga telah ‘hilang’ … dia tidak punya kehidupan lagi.”
Ditanya tentang kampanye penggalangan dana yang telah menerima lebih dari 670.000 euro untuk petugas polisi yang dituduh melakukan pembunuhan sukarela atas penembakan itu, Nadia mengatakan, “Hati saya sakit.”
Diketahui bahwa sekitar 45.000 polisi dikerahkan lagi pada Minggu (2/7) malam. Menurut Menteri Dalam Negeri Gerald Darmnin, untuk mencegah perusuh yang membakar mobil, menjarah toko dan menargetkan balai kota dan kantor polisi – termasuk rumah wali kota di pinggiran kota Paris – yang diserang, sementara istri dan anak-anaknya sedang tidur di dalam.
Presiden Emmanuel Macron menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman untuk menangani krisis. Dia dijadwalkan bertemu dengan para pemimpin parlemen pada hari ini dan dengan lebih dari 220 wali kota yang terkena dampak kerusuhan pada hari Selasa.
Kementerian Dalam Negeri melaporkan 719 penangkapan menyusul pemakaman untuk Nahel di pinggiran Paris Nanterre pada Sabtu (1/7). Angka itu turun dari 1.311 pada Jumat (30/6) malam dan 875 pada Kamis (29/6) malam.
Tetapi, para pejabat memperingatkan masih terlalu dini untuk mengatakan kerusuhan telah berakhir.
“Jelas kerusakannya berkurang, tetapi kami akan tetap dimobilisasi dalam beberapa hari mendatang. Kami sangat fokus, tidak ada yang mengklaim kemenangan,” kata kepala polisi Paris Laurent Nunez.
Kerusuhan tersebut merupakan krisis terburuk bagi Macron sejal protes “Rompi Kuning” mencengkeram sebagain besar Prancis pada akhir 2018. Para pertengahan April, Macron memberi dirinya waktu 100 hari untuk membawa rekonsiliasi dan persatuan ke negara yang terpecah, setelah pemogokan bergulir dan protes kekerasan atas kenaikan usia pensiun, yang telah dia janjikan dalam kampanye pemilihannya.
KOMENTAR ANDA