ASEAN Gender Mainstreaming Conference (AGMC) telah selesai dilaksanakan di Yogyakarta. Ada tiga rekomendasi kebijakan yang dikembangkan untuk mempercepat pelaksanaan ASEAN Gender Mainstreaming Strategic Framework (AGMSF) atau Kerangka Kerja Strategi Pengarusutamaan Gender ASEAN.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyatakan, ketiga rekomendasi itu merupakan upaya mempercepat implementasi pengarusutamaan gender di ASEAN dan mendukung 3 pilar.
“Kita semua berharap, upaya ini membantu dalam menyempurnakan rekomendasi untuk Komunitas Politik-Keamanan ASEAN, Komunitas Ekonomi, dan Sosial Budaya Masyarakat dalam melembagakan pengarusutamaan gender pada sektor masing-masing,” kata Bintang menutup AGMC, Selasa (4/7) di Yogyakarta, seperti dikutip dari web resmi KemenPPPA.
Adapun ketiga rekomendasi itu adalah:
- Penetapan strategi percepatan pelaksanaan AGMSF dan rencana pelaksanaan tahap pertama.
- Memperkuat peran Badan Sektoral ASEAN.
- Mengubah pola pikir dan perilaku menuju ASEAN.
Bias gender belum membaik
PBB melaporkan, data ketidaksetaraan gender tetap statis selama satu decade terakhir. Bahkan, kondisi bias gender masih tertanam kuat di masyarakat meskipun ada kampanye hak asasi manusia seperti Time’s Up dan gerakan sosial #MeToo di Amerika Serikat.
Kondisi ini terus menghambat pemberdayaan perempuan dan membuat dunia tidak akan mampu mencapai target PBB untuk pencapaian kesetaraan gender pada 2030. Di antara pria dan wanita, norma sosial gender yang bias hampir lazin terjadi di seluruh negara. Sebanyak 90 persen orang memiliki setidaknya satu bias, di antara tujuh negara yang dianalisis oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
Badan PBB telah memperbarui Indeks Norma Sosial Gender (GSNI) dengan menggunakan data dari World Values Survey, sebuah proyek internasional yang mempelajari bagaimana nilai-nilai dan kepercayaan berubah di seluruh dunia. Indeks tersebut menunjukkan tidak ada perbaikan dalam satu dekade. Meskipun ada kampanye global dan lokal yang kuat untuk hak-hak perempuan seperti MeToo.
Sebagai contoh, 69 persen populasi dunia masih percaya bahwa laki-laki merupakan pemimpin politik yang lebih baik dibandingkan perempua. Dan, banya 27 persen yang percaya bahwa perempuan memiliki hak yang sama dengan laki-laki untuk berdemokrasi.
KOMENTAR ANDA