DALAM hidup ini, manusia bisa saja menghadapi situasi di mana rezeki yang diterima terasa sempit. Rezeki yang ada terasa tidaklah mencukupi kebutuhan, dan saking sempitnya rezeki membuat keluh-kesah bermunculan.
Sesungguhnya, rezeki dari Allah Swt sangatlah luas dan tidak ada batasnya. Lantas, mengapa terasa sempit? Bagaimana agar rezeki kembali lancar?
Inilah kesempatan terbaik bagi kita merenungkan kembali petuah-petuah Rasulullah. Pesan-pesan itu ibarat suluh cahaya yang dapat menerangi jalan kita dalam menghadapi cobaan rezeki yang terbatas, untuk kemudian meraih kembali kejayaan.
Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin 7 Pintu Taubat (2013: 309) menerangkan, maka seyogyanya ia ditakutkan dengan hal itu karena semua dosa akan disegerakan keburukannya di dunia pada kebanyakan hal sebagaimana diceritakan pada cerita Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Sehingga, kadang-kadang sempit atas seorang hamba rezekinya disebabkan dosa-dosanya, dan kadang-kadang kedudukannya jatuh dari kalbu manusia dan ia dikuasai oleh musuh-musuhnya.
Rasulullah saw. bersabda, "Sesungguhnya hamba dicegah (tidak diberi rezeki) disebabkan dosa yang dilakukan.”
Poin sudah terang-benderang mengungkapkan penyebab utama menyempitnya rezeki, yakni dosa yang terus bertumpuk-tumpuk. Logikanya sungguh mudah dicerna, Allah Swt adalah sumber rezeki dan bagaimana pula rezeki itu akan mengalir kepada orang yang durhaka kepada Tuhan dan dengan congkaknya terus menumpuk dosa.
Apabila rezeki terasa sangatlah sempit, janganlah gegabah menyalahkan siapapun. Lebih baik bersegera memperbaiki diri dan melakukan tobat yang sebenar-benarnya atau tobat nasuha.
Itulah tobat yang paling benar, selain memohon ampunan dan bertekad tidak akan mengulangi lagi. Tobat ini akan menjadi gerbang penting untuk kembali melapangkan datangnya rezeki dengan terbukanya gerbang-gerbang yang diridai Allah.
Surat al-Isra ayat 30, yang artinya, “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkan (-nya bagi siapa yang Dia kehendaki). Sesungguhnya Dia Mahateliti lagi Maha Melihat hamba-hamba-Nya.”
Syahrin Harahap dalam bukunya Islam & Modernitas (2017: 332-333) menjelaskan, adanya kekuasaan Allah dalam melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. Ayat di atas mengisyaratkan adanya kaitan yang sangat jelas antara perkenaan Tuhan dengan perolehan rezeki seseorang. Llogika sederhananya, kesuksesan seseorang merupakan kombinasi antara usaha-usahanya dan rida Ilahi.
Ketika seseorang berusaha dengan sungguh-sungguh, maka dirinya sedang berupaya maksimal dalam membuka pintu rezeki. Namun, dalam rangka meraih kelapangan rezeki, sangat penting bagi seorang hamba memahami bahwa hasil akhir tidak sepenuhnya bergantung pada usaha manusia, tetapi ditentukan oleh kehendak Allah Swt.
Tidak ada yang mampu menampik bahwa rida Ilahi menjadi faktor penentu. Oleh sebab itu, pembersihan diri dari noda-noda dosa perlu dijadikan agenda utama. Jangan sampai kerja keras kita menjadi sia-sia, sementara rezeki itu menjadi sempit disebabkan oleh dosa. Di sini pula tobat tidak dapat dipisahkan dari setiap upaya meraih rezeki.
Setelah perkara dosa-dosa ini berhasil dituntaskan, maka berkaitan upaya melapangkan rezeki yang sempit itu diperlukan keseimbangan. Maksudnya, ketika Allah Swt sudah membuka lebar gerbang rezeki, maka diperlukan usaha yang efektif untuk meraihnya.
M. Fauzil Adhim pada bukunya Indahnya Pernikahan Dini (2002: 136) mengungkapkan, menggantungkan rezeki semata-mata pada pekerjaan yang kita lakukan sama dengan mempersempit pintu rezeki, padahal Allah membukanya lebar-lebar untuk kita. Akan tetapi, mengharapkan rezeki dari Allah tanpa mau memeras keringat dengan kerja yang meletihkan, sama halnya dengan menganggap sepi nasihat Nabi Saw, sebab Rasulullah telah berulang kali berpesan agar kita bekerja keras.
Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang bekerja keras, bukannya berpangku tangan menanti datangnya hujan emas dari langit. Rasulullah Saw mengingatkan, “Sesungguhnya, bekerja mencari rezeki yang halal itu merupakan kewajiban setelah ibadah-ibadah fardu” (HR ath-Thabrani & al-Baihaqi)
Jika demikian, bagaimana mungkin kita tidak bekerja secara serius? Sesungguhnya, setelah mengerjakan ibadah-ibadah fardu, selayaknya ada keringat yang membasahi tubuh kita karena bekerja. Melalui kerja yang sungguh-sungguh, kita dapat menyebut diri kita sebagai muslim pengikut Nabi saw.
Kehormatan bukan terletak pada indahnya dasi yang melilit leher kita, melainkan pada letih-penat kita karena mencari rezeki yang halal. Di hadapan Allah, seorang pencari kayu bakar lebih mulia daripada seorang peminta-minta.
Betapa besarnya cinta Rasulullah kepada umatnya, di mana beliau memahami pentingnya kelapangan rezeki. Selain memberikan solusi jitu dalam menghadapi masalah sempitnya rezeki, Nabi Muhammad juga memberikan banyak petuah agar rezeki kita dilapangkan oleh Allah. Semoga segenap kaum muslimin dapat meresapi nasihat-nasihat Nabi sehingga memperoleh rezeki yang berkah.
KOMENTAR ANDA