MESKIPUN yang menikah adalah kakak perempuannya, tetapi remaja perempuan ceria itu turut riang alang kepalang. Betapa bangga dirinya memiliki kakak ipar keturunan Arab yang tampannya subhanallah. Belum lagi orangnya tergolong royal dalam memanjakan, sehingga remaja perempuan tersebut kecipratan rezeki mendapatkan barang-barang impiannya.
Kepada rekan-rekan pun dia sangat membanggakan sang kakak ipar yang menakjubkan, terlebih di keluarga mereka tidak ada saudara lelaki. Sebagai tanda sayang, remaja perempuan itu melakukan berbagai upaya agar lebih akrab dengan sang kakak ipar yang ramah.
Suatu ketika remaja perempuan itu memandang cukup lama punggung kakak iparnya. Bahkan dari belakang pun terlihat betapa gagahnya sang lelaki Arab. Namun sang kakak iparnya menegurnya dengan sangat tegas dan mewanti-wanti tidak boleh mengulangi lagi. Remaja perempuan itu bingung, kenapa sang kakak ipar menjaga jarak dari dirinya.
Perlu diingat, hubungan dengan ipar tidak ada ikatan darah. Lelaki keturunan Arab itu sedang berupaya menghormati batas-batas pergaulan. Siapapun harus berhati-hati dan tidak melampaui batas dalam berhubungan dengan ipar, mengingat konsekuensi berbahaya yang mungkin timbul.
Pada kitab Shahih Bukhari diungkapkan, telah menceritakan kepada kami Qutaibah bin Sa’id, telah menceritakan kepada kami Laits dari Yazid bin Abu Habib dari Abu al-Khair dari Uqbah bin Amir bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah kalian masuk ke dalam tempat kaum wanita.”
Lalu seorang laki-laki dari Anshar berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu mengenai ipar?”
Beliau berkata, “Ipar adalah maut.”
Ipar bukanlah saudara atau saudari kandung, karena itulah kita harus berhati-hati jangan sampai berhubungan melewati batas, sebab bisa berbahaya ujungnya. Betapa tegasnya Rasulullah mengatakan, “Ipar adalah maut.” Sebab, sekiranya terjadi hubungan terlarang antar ipar, dapat menimbulkan permusuhan antara dua keluarga besar dan merusak tatanan pernikahan yang sudah ada.
Muhammad Fuad Abdul Baqi pada kitab Al-Lu'lu' wal Marjan #3 (2011: 83) menerangkan, ipar itu maut (al-hamwu al-maut) bermakna bahwa menemuinya seperti menemui kematian. Ini mengingat berduaan dengan ipar memicu rusaknya agama seandainya terjadi kemaksiatan, atau rusaknya jiwa apabila ternyata interaksi keduanya kemudian memicu terjadinya hukum rajam, atau rusaknya wanita jika ternyata dia harus berpisah dengan suaminya karena api cemburu menyulut sang suami untuk menceraikan istrinya.
Mengenai al-hamwu, Imam An-Nawawi berkata, “Maksudnya adalah para kerabat dekat suami selain ayah dan anak-anak. Karena mereka (bapak dan anak-anaknya) merupakan mahram bagi istri yang diperbolehkan untuk bergaul dengan istri, dan mereka tidak disifati dengan kematian.
Yang dimaksud di sini adalah saudara laki-laki, anak dari saudara laki-laki, dan selain dari keduanya yang halal untuk dinikahi seandainya belum menikah.”
Namun terkadang adat memberi kebebasan dalam hal itu; semisal saudara laki-laki khalwat dengan istri saudara laki-lakinya, maka hal ini diserupakan dengan kematian. Ipar itu lebih utama dihindari daripada orang asing. Keburukan yang ditimbulkan ipar lebih berbahaya dari yang ditimbulkan orang asing, dan fitnah lebih memungkinkan untuk terjadi, ketika ipar bisa dengan mudah bertemu sang wanita dan bisa berkhalwat dengan tanpa ada yang mengawasi, berbeda dengan orang nonmahram.
Ketika berhubungan dengan ipar, kita harus menjaga etika. Hindari perilaku yang dapat menimbulkan spekulasi, prasangka, atau mengundang fitnah. Menunjukkan rasa hormat, sopan santun, dan menjaga batas-batas personal adalah langkah awal yang penting dalam menjaga hubungan yang sehat dengan ipar.
Selain itu, penting juga untuk menjaga komunikasi yang jelas dan terbuka dengan pasangan kita tentang batasan dan harapan dalam berhubungan dengan ipar. Menyepakati batasan yang saling dihormati akan membantu menghindari situasi yang membingungkan atau tidak nyaman di antara semua pihak yang terlibat.
Berikutnya, kita harus mampu mengenali tanda-tanda dan menghindari potensi bahaya yang mungkin muncul dalam hubungan dengan ipar. Bahaya yang dimaksud di sini adalah terjalinnya hubungan yang tidak pantas, baik secara emosional maupun fisik.
Ketidakhati-hatian dalam menjaga batas-batas dapat membuka pintu bagi adanya perselingkuhan, pengkhianatan, atau kekerasan dalam rumah tangga. Oleh karena itu, kesetiaan terhadap pasangan kita, komitmen dalam menjaga hubungan yang sehat, dan mengenali bahaya yang mungkin muncul adalah langkah-langkah penting dalam menjaga keharmonisan keluarga.
KOMENTAR ANDA