@reprashida
@reprashida
KOMENTAR

PEREMPUAN berdarah Amerika-Palestina ini membuat sejarah pada tahun 2018 ketika dia menjadi salah satu dari dua perempuan muslim pertama yang terpilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat bersama rekannya dari Partai Demokrat, Ilhan Omar.

Saat upacara pelantikan yang bersejarah itu, Rashida Tlaib mengenakan thobe tradisional Palestina yang diturunkan dari ibunya saat dia disumpah di atas Al-Qur'an. Dinominasikan untuk mewakili distrik kongres ke-13 Michigan, platform progresif Tlaib mengadvokasi keadilan lingkungan dan ekonomi, serta persamaan hak untuk semua warga negara, terutama populasi imigran yang beragam etnis di distriknya.

Citra diri Rashida adalah “Ibu yang mengupayakan keadilan bagi semua”. Dia juga masuk dalam komite utama DPR untuk layanan, pengawasan, dan reformasi keuangan sekaligus membantu semua bagian pemerintah Amerika Serikat akuntabel dan memimpin gerakan perubahan dari ibu kota negara.

Saat ditanya, dari mana dia mendapatkan keberanian untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat, begini jawabnya.

“Tidak ada yang bisa menghentikan Detroit.”

Rashida hanya perlu menyederhanakan jawabannya seperti. Dia tidak punya waktu untuk membantu masyarakat memahami akar, kota, dan komunitas yang membesarkannya menjadi seseorang yang tidak menyesal dan tidak takut untuk berjuang: Palestina.

“Ketika saya diintimidasi untuk diam, sesuatu di dalam diri saya akan mengatakan dengan lantang: BUKAN HARI INI!” kata Rashida tentang semangat berjuangnya.

Salah satu yang diperjuangkan adalah kesejahteraan ibu bekerja. Rashida memastikan bahwa kebijakan yang dibuat di tingkat federal bukan hanya tentang ibu tapi BERSAMA ibu.

“Kita perlu bergerak lebih efektif untuk mewujudkan kebijakan yang berarti tentang cuti berbayar, perawatan anak, perawatan jangka panjang, kesehatan ibu, dan banyak lagi,” tegas Rashida tentang #MamasMovement yang menjadi bukti kerja kerasnya.

Ia juga aktif mendukung gerakan Safe Storages Save Lives yang digagas Children’s Hospital of Michigan, mengingat 80 persen pelaku penembakan di sekolah yang dilakukan oleh anak mengaku membawa senjata dari rumah mereka yang tidak tersimpan dengan baik. Rashida meminta semacam kunci pengaman untuk senjata atau semacam alat pengaman senjata di setiap penjual senjata. Hal itu untuk memastikan anak-anak tidak bisa menarik pelatuk.

Bicara tentang akar Palestina dalam dirinya, Rashida menyatakan perjuangannya di Detroit sama halnya dengan apa yang diperjuangkan di Gaza.

Salah satunya ketika warga Detroit kesulitan air bersih karena air yang mengalir di kota mereka terpapar polutan berbahaya hasil limbah perusahaan. Bagi Rashida, melihat warga Palestina menderita di bawah opresi Israel adalah sesuatu yang menyakitkan, sama menyakitkannya dengan melihat masyarakat di kotanya berjuang untuk mendapatkan air bersih.

Saat diwawancarai Al Jazeera beberapa waktu lalu, Rashida menegaskan apa yang dilakukannya.

“Setiap orang yang berasal dari akar budaya berbeda, ras berbeda, keimanan berbeda, warna kulit berbeda seringkali dianggap tidak memiliki martabat. Saya dipilih menjadi anggota kongres bukan hanya oleh orang-orang yang ‘berbeda’ tersebut. Dan walaupun saya adalah anggota kongres keturunan Amerika-Palestina pertama yang terpilih, saya terpilih bukan untuk mencetak sejarah. Melainkan karena orang-orang memahami pengalaman kehidupan saya, bagaimana saya selalu menyuarakan kebenaran sekalipun suara saya bergetar karena gemetar. Di Detroit, saya memahami bahwa jika kita diam, maka ketidakadilan akan semakin menggurita. Penindasan adalah hal yang buruk, siapa pun yang melakukannya. Karena itulah saya akan terus berjuang untuk melawan ketidakadilan di manapun.”




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Women