JAUH sebelum Indonesia merdeka, kecap sudah berkuasa di meja-meja makan Nusantara. Seolah-olah, kurang lengkap makan jika belum menyertakan kecap. Berbagai macam kuliner terus bermunculan, tetapi pesona kecap tidak kunjung pudar, bahkan melengkapi berbagai jenis makanan yang ada.
Kecap bukanlah produk murni Nusantara, tetapi masuknya kecap ke negeri ini justru mengalami perubahan yang sangat bermakna.
Nuran Wibisono dalam buku Selama Ada Sambal, Hidup Akan Baik-baik Saja (2021: 44-45) mengungkapkan:
Kecap mulai masuk Nusantara pada 1737. Saat itu serikat dagang Hindia Belanda membawa kecap ke Batavia (sekarang Jakarta), untuk kemudian dikemas dan dikirim ke Amsterdam.
Namun, diperkirakan kecap sudah masuk Nusantara jauh sebelum itu, dibawa oleh imigran dari Tiongkok. Dalam buku Shurtleff dan Aoyagi, disebutkan kalau kata kecap ala Nusantara muncul di dunia Barat pada 1680, ditulis oleh seorang pengacara cum penulis bernama William Petyt, “Dan kita sekarang punya sawce (saus) yang disebut catch-up dari Hindia Timur, dijual di Guinea dalam bentuk botolan”.
Catch up yang kemudian dikenal sebagai ketjap, lalu jadi kecap, diperkirakan serapan dari kata Hokkian ke chiap/kicap/kitjap. Menariknya, banyak orang kemudian mulai memodifikasi kecap sesuai selera Nusantara. Lahirlah apa yang disebut sebagai kecap manis. Kecap ini hanya bisa ditemukan di Indonesia.
Di banyak definisi, kecap manis yang di dunia internasional dikenal dengan sebutan sweet soy sauce, diartikan sebagai “Indonesian sweetened aromatic soy sauce.” Awalnya warga dari Tiongkok menjual kecap asin. Namun, ternyata tidak laku karena orang Indonesia lebih suka rasa manis. Karena itu ditambahkan gula merah.
Kegemaran masyarakat Indonesia
Kecap manis terus memperoleh posisi teramat manis di hati masyarakat Indonesia. Siapa sih yang tidak pernah mencicipi kecap? Bahkan, dalam kondisi terburuk pun, bermodalkan nasi dan kecap saja perkara perut dapat diselesaikan.
Kecap ala Indonesia pun menyebar-luas ke berbagai penjuru dunia dengan ciri khas rasa manisnya. Indonesia negeri yang manis, bahkan kulinernya pun manis juga. Para pelajar yang hendak studi ke luar negeri, tidak lupa membekali dirinya dengan kecap di negeri orang. Kecap menjadi pilihan selera makan dan juga merawat nostalgia.
Lantas bagaimana dengan proses pembuatannya?
Proses membuat kecap
Sanya Anda Lusian, dkk. dalam buku Kimia Makanan Halal (2023: 150) menjelaskan:
Kecap merupakan produk fermentasi dari kacang kedelai. Proses fermentasi kecap berlangsung lebih dari 1 bulan. Starter mikroba yang digunakan adalah kapang jenis Aspergillus, khamir jenis Saccharomyces, bakteri jenis Lactobacillus dan Bacillus.
Langkah pertama dalam pembuatan kecap adalah fermentasi koji. Koji dibuat dengan cara mencampurkan kacang kedelai yang sudah direbus dengan starter kapang jenis Aspergillus. Kemudian difermentasi selama lebih kurang 3-7 hari.
Berikutnya adalah tahapan moromi atau fermentasi garam selama 6-9 bulan. Larutan garam ditambahkan kedalam larutan koji sebanyak 1:1 atau sesuai dengan yang dibutuhkan. Hasil akhir dari tahapan ini berupa saus kedelai (bahan kecap setengah jadi).
Selanjutnya saus kedelai disaring dan dipisahkan antara cairan dan padatan. Cairan dipasteurisasi untuk menghilangkan mikroba pembusuk yang ada selama proses pemeraman koji dan moromi, kemudian ditambahkan bumbu atau penambah rasa atau mungkin juga pewarna makanan jika menginginkan kecap yang lebih gelap.
Di mana titik kritisnya?
Untuk mendapatkan kecap yang berkualitas, butuh proses panjang dalam prosesnya. Sebetulnya, pembuatan kecap berlangsung aman-aman saja, tetapi bagi konsumen muslim tidak boleh lengah. Kita butuh kecakapan dalam menganalisis halal atau haramnya.
Tidak ada yang sempurna dalam kuliner, begitu pun kecap yang juga memiliki titik kritis. Sanya Anda Lusian, dkk. (2023: 150) menerangkan:
Pada proses pembuatan kecap secara tradisional ada yang menambahkan kepala ayam dan ikan, sumsum tulang hewan, dan darah. Adanya tulang dan kepala ayam menjadi titik kritis kehalalan produk kecap yang diproses secara tradisional. Tulang dan kepala ayam yang boleh digunakan adalah yang bersumber dari hewan halal hasil sembelihan yang sesuai ketentuan Islam.
Di sini terlihat yang menjadi titik rawan justru bahan-bahan penambah yang dipadukan ke dalam kecap. Sekalipun itu tulang hewan atau cuma kepala ayam tetap saja harus memenuhi kriteria halal.
Masih ada lagi titik kritis kehalalan pada kecap yang diterangkan pada halalmui.org bahwa:
Melihat proses pembuatan kecap yang begitu panjang dan rumit itulah, kadang-kadang pengusaha melakukan rekayasa-rekayasa yang kurang baik. Misalnya dengan menambah perasa kecap, menambah bahan pewarna, meskipun sebenarnya proses fermentasinya belum tuntas. Selain itu ada yang membuat kecap versi murah dengan bahan baku acid hydrolyzed vegetable protein.
KOMENTAR ANDA