PENYAKIT ginjal kini tengah menjadi isu menakutkan di Singapura.
Dilaporkan CNA, lebih dari 300.000 warga Singapura menderita penyakit ginjal kronis dan diperkirakan 200.000 lainnya mungkin tidak terdeteksi.
Pada tahun 2035, hampir seperempat penduduk Singapura berusia 21 tahun ke atas dapat menderita CKD, di mana lebih dari setengahnya — sekitar 500.000 kasus — tidak akan terdiagnosis, menurut sebuah studi tahun 2018 yang diterbitkan dalam International Journal of Nephrology.
Penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease, CKD) banyak disebabkan oleh kondisi seperti diabetes, hipertensi dan peradangan atau faktor genetik. Berbagai kondisi tersebut dapat menyebabkan sel-sel ginjal mati dan sel-sel ini tidak beregenerasi.
Meski mengalami kerusakan, ginjal tetap menjalankan fungsinya: membuang racun dan kelebihan cairan dari tubuh.
Karena itulah yang terlihat dari luar, pasien mungkin merasa normal selama bertahun-tahun sebelum CKD berlanjut ke tahap di mana semakin banyak sel yang mati.
Seiring dengan melemahnya ginjal dari waktu ke waktu, racun menjadi lebih sulit untuk disaring dan akan menumpuk di dalam tubuh. Baru kemudian muncul gejala yang jelas dan sudah pada tahap menyusahkan. Pada saat itu pasien mungkin sudah berada di stadium lima CKD.
Diabetes, baik Tipe 1 maupun Tipe 2, adalah penyebab CKD yang paling umum di Singapura. Penyebab lainnya termasuk hipertensi, peradangan dan faktor genetik.
Menurut laporan Singapore Renal Registry tahun 2021, enam pasien baru didiagnosis gagal ginjal setiap hari. Dan biaya dialisis di Singapura pada tahun 2021 diperkirakan sekitar S$300 juta, demikian ditulis dalam sebuah artikel di Annals, jurnal Academy of Medicine, Singapura.
Sejumlah dokter menyebutkan pentingnya untuk membendung aliran pasien demi mencegah membengkaknya biaya secara eksponensial.
Bukan hanya fasilitas dialisis yang dibutuhkan, melainkan juga orang-orang yang menjalankan pusat dialisis yaitu perawat. Di Singapura, pelatihan perawat untuk menangani pasien ginjal kronis dilaksanakan setiap hari, seolah tanpa henti.
Situasi tersebut diperparah dengan eksodus perawat ke negara lain selama pandemi. Banyak perawat terlatih memilih meninggalkan Singapura. Ibaratnya, pelatihan perawat untuk pasien ginjal dimulai dari awal lagi.
Seorang perawat diketahui membutuhkan waktu enam bulan untuk bisa mengelola mesin dialisis dan mengelola pasien. Jika tidak ada cukup perawat, apa yang akan terjadi pada pasien?
KOMENTAR ANDA