BANYAK cara digunakan para desainer untuk bisa bertahan melewati masa pandemi COVID-19.
Salah satunya adalah beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat. Saat COVID-19 merebak dan kebijakan stay at home menjadi kewajiban, para desainer memutar otak agar kelangsungan usaha mereka tetap terjaga.
Jika biasanya mereka membuat gaun malam nan glamor, saat itu mereka harus mengubah haluan memproduksi masker kain, jaket, home dress yang nyaman namun tetap modis, atau seragam kerja karyawan yang memang selalu ada pesanannya setiap tahun.
Beberapa desainer juga meluncurkan busana kerja yang ramah layar virtual, dengan warna cerah dan detail menarik pada bagian atas busana—agar terlihat di layar Zoom meeting.
Lantas, bagaimana dengan gaun malam?
Bisa dikatakan, di masa awal pandemi, gaun malam dan haute couture mungkin kehilangan penggemarnya. Kondisi pandemi mengharuskan desainer menjalankan rencana bisnis kreatif yang lebih praktis demi mempertahankan eksistensi.
Tak pelak, memiliki lini ready-to-wear menjadi sebuah keharusan. Menariknya, konsep siap pakai ini tidak hanya menjadi kunci bertahan bagi desainer tapi juga bermanfaat bagi orang banyak—dengan menyerap tenaga kerja yang bersifat massal.
Namun demikian, para anggota Indonesian Fashion Chamber (IFC) yang tampil dalam JF3 (23/7/2023) sepakat bahwa gaun malam selalu menjadi sebuah “passion” bagi seorang desainer. Bagaimana ide dan filosofi menjelma menjadi kreativitas yang indah, glamor, dan memberikan tampilan personal nan unik bagi yang mengenakannya.
Gaun malam (evening gown) merupakan sebuah idealism dan fashion statement dari desainer sekaligus menjadi kebanggaan bagi yang mengenakannya. Tak heran bila permintaan untuk gaun malam bersifat lebih private. Setiap pemesan gaun malam biasanya memiliki perancang favorit yang memang mampu menyelami kepribadian kliennya hingga mampu menciptakan tampilan stunning sang klien.
Perancang gaun malam memiliki private order yang tak lekang waktu. Terlebih, pandemi telah berlalu dan kini sudah semakin banyak kegiatan offline yang digelar. Meskipun mungkin jarang tampil di atas runway berbagai fashion event, harga satu helai gaun malam bisa 10 kali lipat bahkan lebih dari busana siap pakai.
Karena itulah, IFC sebagai sebuah komunitas fesyen yang juga memiliki tanggung jawab untuk memberdayakan masyarakat, memandang perlu untuk melejitkan busana ready-to-wear karena dapat menciptakan lapangan pekerjaan lebih luas.
Yang terpenting kini adalah bagaimana busana siap pakai ini sejalan dengan konsep sustainable fashion, bermanfaat bagi semakin banyak orang (dari hulu hingga hilir industri fesyen), dan dapat dinikmati lebih banyak masyarakat (affordable), tanpa kehilangan ciri khas sang desainer.
Dengan demikian, idealisme desainer tetap menempati ranahnya tanpa kehilangan ruang untuk mengejar cuan demi keberdayaan pelaku industri kreatif di Tanah Air.
KOMENTAR ANDA