Ilustrasi/Net
Ilustrasi/Net
KOMENTAR

MULUT adalah amanah yang harus dimanfaatkan secara bijaksana. Betapa penting kita berhati-hati dalam berbicara, terutama dalam konteks hubungan pernikahan. Berbicara dengan pasangan merupakan bagian dari komunikasi, tapi memilih bahan pembicaraan tentunya butuh kejelian.

Istri bisa saja berhasil membangun percakapan seru dengan suaminya, diselingi canda dan gelak tawa. Namun, berhati-hatilah kalau pembicaraan itu justru memantik suatu imajinasi liar yang ujungnya dapat merusak relasi suami istri. Nabi Muhammad sudah mewanti-wanti dan kewajiban kita adalah berani mengoreksi diri.

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yusuf, telah menceritakan kepada kami Sufyan dari Manshur dari Abu Wa’il dari Abdullah bin Mas’ud, ia berkata, Nabi Saw bersabda:

“Janganlah seorang istri menceritakan sifat-sifat wanita lain pada suaminya, sehingga ia seolah-olah melihatnya.” (HR Bukhari)

Pokok persoalannya adalah ketika seorang istri menceritakan wanita lain kepada suami. Bukan perkara mulut berkicau belaka, tetapi timbang-timbanglah dampak yang ditimbulkan. Lelaki memiliki imajinasi yang bisa saja menjadi liar dan akan menghasilkan lebih dari sekadar sebingkai cerita pilu.

Lantas apa yang dimaksud oleh nasihat Rasulullah ini?  

Abdul Halim Abu Syuqqah dalam buku Kebebasan Wanita Volume 3 (1997: 243) mengungkapkan, seorang wanita dilarang memuji-muji wanita lain di depan suaminya hingga suami seolah-olah melihat wanita tersebut. Larangan itu pun ditujukan untuk meredam fitnah dan menutup kemungkinan terjadinya kekejian, karena mungkin saja suami tertarik hatinya hanya dengan membayangkan paras wanita yang diceritakan. Tidak sedikit laki-lakimyang kemudian mencintai orang lain hanya dengan mendengar cerita, tanpa harus bertemu langsung.

Tidak ada aturan khusus dalam Islam yang melarang seorang perempuan untuk memuji wanita lain di depan suaminya. Namun, dalam konteks nasihat yang disampaikan oleh hadis, tujuannya adalah untuk mencegah istri menceritakannya secara berlebihan. Karena yang demikian itu membuat suami membayangkan wanita tersebut secara berlebihan pula, sehingga dapat menimbulkan potensi fitnah dan kekejian.

Amr Abdul Mun’im Salim dalam buku 30 Larangan Agama Bagi Wanita (1998: 52-53) menerangkan, Al-Imam al-Jauziy rahimahullah berkata:

“Hal ini dilarang karena jika lelaki mendengar ciri-ciri seorang wanita maka semangatnya akan bergejolak dan hatinya mulai berubah. Sedangkan hawa nafsu itu sendiri biasanya suka dengan ciri dan sifat yang baik. Maka barangkali sifat atau ciri itu tadi bisa mendorongnya untuk meminta yang indah dan menarik tersebut. Juga bisa jadi uraian yang disampaikan tentang wanita lain itu membawa satu rangsangan tersendiri pada diri sang suami, misalnya menimbulkan rasa senang dan cinta.”

Mengetahui ciri-ciri atau sifat wanita lain dapat memengaruhi perasaan dan semangat seorang suami. Perubahan ini bisa timbul karena rasa penasaran atau ketertarikan. Dalam konteks pernikahan, penting bagi pasangan untuk mempertahankan cinta dan kasih sayang satu sama lain. Dan terlalu fokus pada ciri-ciri orang lain dapat mengalihkan perhatian dari pasangan sendiri. 

Deskripsi atau cerita tentang wanita lain dapat menimbulkan rangsangan emosional pada suami. Ini dapat menciptakan perasaan senang atau cinta yang tidak seharusnya diarahkan kepada selain pasangannya. 

Timbul pertanyaan, kok hanya bercerita segitu berbahayanya?

Ya, mau bagaimana lagi. Ternyata imajinasi itu memang bisa sangat liar meski hanya dengan mendengar cerita. Ucapan lisan memang tidak sejelas gambar yang menampilkan visual secara utuh, tapi justru mampu membuat imajinasi yang tidak terkendali. 

Berbeda saat para suami melihat wanita lain dari foto atau gambar, bisa jadi ada sisi-sisi tidak ideal menurut seleranya yang terlihat. Lain halnya lewat cerita, imajinasi suami dapat saja membentuk gambaran ideal tentang wanita itu di benaknya. 

Dari itulah Rasulullah melarang seorang istri menceritakan wanita lain kepada suaminya, apalagi sampai menerangkan fisiknya, atau mengulas kecantikan atau kemolekannya, terlebih lagi ceritanya sudah demikian mendetail. Jangan!

Memang akan sulit sekali untuk tidak membicarakan wanita lain kepada suami. Dari itu, perhatikanlah sejumlah tatanan berikut:

Pertama, bicarakan wanita lain jika ada keperluan penting saja. Jika hanya sebagai bahan obrolan belaka, maka carilah tema yang lebih berfaedah. Misalnya, membicarakan kelucuan anak, mengenang masa-masa indah, dan lain sebagainya. 

Kedua, jika memang perlu menceritakan wanita itu, maka bahas poin-poin penting saja. Tidak perlu detail menceritakan kelebihannya dan berbagai keutamaan pada dirinya. 

Ketiga, apabila memuji wanita lain di depan suami, hendaklah dilakukan secara wajar. Hindari menyampaikan informasi yang rinci atau berlebihan. Misalnya, jangan membicarakan keutamaan secara secara umum, atau menyebutkan detil pribadi atau menggambarkan fisik wanita tersebut secara berlebihan.

Pada dasarnya, memuji adalah perbuatan yang dianjurkan dalam Islam. Akan tetapi, ada batas dan kebijaksanaan yang perlu diterapkan dalam berbicara tentang orang lain, terutama ketika membicarakan wanita lain di depan pasangan.

Nabi Muhammad Saw melarang ini bukan bertujuan istri mengekang suami. Tidak lain hanyalah demi menjaga keutuhan rumah tangga dari badai fitnah. Ya, meski cuma dalam imajinasi, tetapi yang seperti itu tidaklah baik bagi sakinahnya rumah tangga.




Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Sebelumnya

Anjuran Bayi Menunda Tidur di Waktu Maghrib Hanya Mitos?

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Tadabbur