Netty Astrokarijo terus mengajak generasi muda untuk berbahasa Jawa dalam pergaulan agar tetap menjadi bahasa kedua di Suriname/Net
Netty Astrokarijo terus mengajak generasi muda untuk berbahasa Jawa dalam pergaulan agar tetap menjadi bahasa kedua di Suriname/Net
KOMENTAR

SURINAME sebenarnya merupakan negara yang sangat kental dengan budaya, bahasa, bahkan kesukuan Indonesia. Salah satu negara di Amerika Latin itu juga sering disebut Pulau Jawa yang ada di wilayah Amerika.

Bahasa resmi di negara ini adalah Bahasa Belanda. Tapi, tidak semua warganya bisa berbahasa Belanda. Mereka justru menjadikannya sebagai Bahasa kedua oleh sebagian besar warga di Suriname.

Bahasa tambahan yang justru lebih sering digunakan adalah bahasa Sranan dan kreol lain, seperti Inggris, Sarnami, yang berasal dari Hindi dan Urdu, Jawa, dan sejumlah bahasa India Maroon dan Amerika Selatan.

Bahasa Jawa Suriname sendiri telah digunakan selama lebih dari satu abad. Walau begitu, bahasa Jawa ini tidak benar-benar sama dengan yang biasa dipakai di Indonesia. Tidak hanya kosa kata, tapi juga tata bahasanya berbeda. Sebab, warga telah banyak beralih antara bahasa Jawa, Belanda, dan Sranantongo.

Seiring perkembangan zaman, bahasa Jawa mulai pudar. Tidak hanya karena penduduknya yang kembali ke Indonesia atau Belanda, tapi rata-rata warga mulai berbahasa Belanda dalam percakapannya.

Di sinilah Netty Astrokarijo berpikir untuk mempertahankan bahasa Jawa di Suriname. Setidaknya ada lima guru bahasa Jawa yang aktif mengajar di sana. Dan menurut mereka, kini penggunaan bahasa nasional, yaitu Belanda, sangat mendominasi percakapan.

“Saya lahir dari keluarga Jawa, tetapi di keluarga sangat jarang menggunakan bahasa ini. Sehari-hari keluarga saya berkomunikasi memakai bahasa Belanda. Awalnya saya tertarik dengan bahasa Jawa karena sering mengunjungi keluarga di Kawasan Marienburg. Di sana, orang-orang berkomunikasi dalam bahasa Jawa,” kata Netty.

Kursus dan latihan serius mengantarkannya menjadi guru bahasa Jawa di Suriname. Menurutnya, mendorong anak-anak muda untuk menggunakan bahasa Jawa adalah salah satu cara efektif agar Bahasa ini tetap hidup.

Semangat Netty tidak berhenti sampai di situ. Ia lalu memutuskan untuk mengikuti kursus bahasa Jawa yang diselenggarakan KBRI Paramaribo. Setelah intens mengikuti kursus tambahan dengan latihan yang konsisten, Netty akhirnya lancar berbahasa Jawa.

Semenjak itulah, Netty terus mendorong anak-anak muda untuk menggunakan bahasa Jawa sebagai salah satu cara efektif agar bahasa ini tetap hidup. Dirinya juga diminta oleh pengajar di KBRI Paramaribo untuk menjadi salah satu guru bahasa Jawa.

“Memang tidak mudah. Awalnya banyak yang malu berbahasa Jawa. Lalu kami menjelaskan, kalau tidak dirawat dan dipertahankan (bahasa Jawa) akan hilang. Perkataan ini kami sampaikan terus ke anak-anak muda,” ujar Netty.

Perjuangannya mulai menunjukkan hasil. Sekarang, perlahan banyak yang belajar bahasa Jawa. Ada dari kalangan muda, juga tua. Yang paling tua berumur 70 dan dia adalah seorang pengurus masjid.

“”Sebagai pengurus, ia merasa perlu untuk bisa berbicara dalam bahasa Jawa, karena banyak jemaah menggunakan bahasa Jawa,” tutur dia.




Meutya Hafid, Mengemban Jabatan Menteri Komunikasi dan Digital di Tengah Badai Judi Online

Sebelumnya

4 Perempuan Peneliti Indonesia Raih L’Oreal-UNESCO For Women in Science 2024

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women