Dalam penantiannya untuk menerima hukuman penjara, Yalda mendapatkan penghargaan sebagai jurnalis Lambang Keberanian dari IWMF/Net
Dalam penantiannya untuk menerima hukuman penjara, Yalda mendapatkan penghargaan sebagai jurnalis Lambang Keberanian dari IWMF/Net
KOMENTAR

BEKERJA sebagai jurnalis memiliki tantangan yang sangat besar. Apalagi sebagai jurnalis yang meliput peperangan, perlu keberanian dan ‘modal nekat’ lantaran harus mempertaruhkan nyawa untuk mendapatkan berita-berita menarik dan berimbang. Kerja keras tersebut seolah terbayarkan jika sang jurnalis mendapat penghargaan besar atas usahanya tersebut.

Seperti halnya Yalda Moaiery, seorang jurnalis foto asal Iran yang telah melakukan perjalanan ke beberapa negara konflik dan paling berbahaya di dunia. Sudah 23 tahun ia mengabdikan dirinya memotret perang di Afghanistan dan Irak serta meliput konflik dan bencana alam dari Pakistan hingga Somalia.

Pantas kiranya jika kemudian ia mendapat penghargaan dari International Women’s Media Foundation atau IWMF sebagai Wallis Annenberg Justice for Women Journalist. Yalda dinobatkan sebagai ‘Lambang Keberanian’ kerja kerasnya tersebut.

“Saya menerima penghargaan ini di saat pekerjaan jurnalis telah menghilang di negara saya,” kata Yalda, melansir VOA Indonesia, Sabtu (12/8).

Ditangkap, dipukuli, dan dijebloskan ke penjara

Profesi jurnalis bukan tanpa hambatan. Cukup banyak rintangan yang dihadapi Yalda. Salah satunya saat ia mengabadikan protes di negara asalnya, Iran, pada September tahun lalu, Yalda ditangkap, dipukuli, lalu dijebloskan ke penjara.

Pada Desember, perempuan 41 tahun ini dibebaskan dengan jaminan. Dan saat ini, dirinya sedang menunggu panggilan untuk menjalani hukuman penjara enam tahun atas tuduhan antinegara. Ia juga dilarang menggunakan media sosial, keluar dari Iran, dan larangan melakukan praktik jurnalisme selama tiga tahun.

“Dia adalah contoh perempuan jurnalis yang sangat berani. Betapa ironi, di negara sendiri, meliput komunitasnya, ia harus dipenjara. Tidak hanya itu, tetapi juga dipukuli. Dan selagi dibawa ke penjara, ia terus melaporkan apa yang terjadi padanya,” kata Direktur Eksekutif IWMF Elisa Lees Munoz.

Satu dari 24 jurnalis perempuan yang ditahan

Yalda adalah satu dari 24 jurnalis perempuan yang ditahan, total ada 95 jurnalis yang mendekam di penjara Iran, sejak September 2022. Menurut organisasi hak media, mereka ditangkap karena meliput protes yang memuncak setelah wafatnya Mahsa Amini, perempuan muda Kurdi yang meninggal dalam tahanan polisi moral Iran.

Kenyataan ini menjadikan Iran sebagai negara yang paling banyak menahan jurnalis di dunia.




Dari Bisnis hingga Politik, Jejak Karier Futri Zulya Savitri yang Inspiratif

Sebelumnya

Stella Christie, Ilmuwan Kognitif dan Guru Besar Tsinghua University yang Terpilih Jadi Wakil Menteri Dikti Saintek RI

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women