The Sin Nio, warga keturunan Tionghoa yang cinta mati Indonesia/Net
The Sin Nio, warga keturunan Tionghoa yang cinta mati Indonesia/Net
KOMENTAR

DIA adalah seorang wanita Tionghoa-Indonesia yang cinta mati Tanah Air. Dirinya rela berjuang melawan Belanda dalam Kompi 1 Batalyon 4 Resimen. Baginya, kemerdekaan Indonesia adalah hal mutlak yang wajib direbut dan diperjuangkan oleh segenap masyarakat, termasuk dirinya.

The Sin Nio, menjadi satu-satunya prajurit wanita dalam kompi tersebut. Ia rela berpura-pura menjadi laki-laki agar bisa berjuang di garis terdepan, membela tanah air. Dengan gagah berani ia berdiri di garda terdepan dan berjuang dengan memakai senjata sederhana berupa golok, tombak, hingga bambu runcing.

Tekad The Sin Nio untuk memperjuangkan kemerdekaan sangatlah besar. Ia berpakaian seperti laki-laki dan mengganti namanya menjadi Mochamad Moeksin. Bahkan sang pahlawan terpaksa melilit bagian dadanya agar terlihat sebagai laki-laki.

Dan, Indonesia pun merdeka. Namun, perjuangan The Sin Nio belum berakhir. Ia masih harus terseok-seok, mengurus status veteran perang untuk ‘kemerdekaan’ perekonomiannya.

Untuk memperjuangkan itu, The Sin Nio rela tinggal seorang diri di rumah liar dekat Stasiun Kereta Api Juanda, Jakarta. Bahkan, pernah menumpang hidup di sebuah masjid di Kawasan Petojo, Jakarta Barat.

Kepedihan The Sin Nio tampak jelas dari rumahnya yang terletak di dekat stasiun, hanya berjarak 5 meter saja. Otomatis, saat kereta lewat, rumahnya bergetar. Kondisi rumahnya pun sangat menyedihkan, hanya ada satu ruangan.

Sin dikenal pemberani dan juga penyayang. Terhadap menantunya, ia seringkali memberi nasihat kehidupan agar pernikahan berjalan langgeng. Ia juga enggan menjadi beban anak-anaknya, dan memilih hidup seorang diri. Ia menolak ajakan untuk hidup bersama. Paling, hanya mengunjungi keponakan yang ada di Jakarta.

The Sin Nio wafat dalam kesendirian, karena suaminya sudah berpulang terlebih dulu. Berbagai media menuliskan kisah hidup perjuangannya yang sangat terlunta-lunta. Namun ia wafat dalam bahagia, bukan hanya karena Indonesia telah merdeka, tapi perjuangannya untuk meraih ‘kemerdekaan hidup’ berujung pada pengakuan pemerintah.

Tiga tahun sebelum meninggal dunia, tepatnya pada 29 Juli 1976, The Sin Nio berhasil mendapatkan pengakuan sebagai pejuang lewat Surat Keputusan Pengakuan The Sin Nio yang dikeluarkan Mahkamah Militer Yogyakarta, yang ditandatangani oleh Kapten CKH Soetikno SH dan Lettu CKH Drs Soehardjo. Namun, ia tak mendapatkan uang pensiun.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women