MALANG sekali nasib pengemis Yahudi itu. Setiap hari dirinya mematung di sudut pasar Madinah. Tiada yang memedulikannya. Mulutnya yang tajam semakin membuatnya dijauhi.
Namun, ada seseorang yang setiap hari setia menyuapinya dengan sepenuh kasih. Kepada orang baik yang menyuapinya setiap hari itu, sang pengemis membeberkan keburukan Rasulullah.
Lidah pengemis Yahudi itu benar-benar berbisa. Dia tidak henti-hentinya menjelekkan Nabi Muhammad. Pengemis buta itu berpesan agar, sang penolong terjauhkan dari marabahaya dari Rasulullah.
Siapa sangka, orang yang menyuapinya itu ternyata adalah Nabi Muhammad Saw. Beliau diam saja menahan diri mendengar hujatan sang pengemis buta itu. Kebaikannya menyuapi sang pengemis dilakukan hingga beliau wafat.
Abdurrahman bin Abdul Karim dalam buku Sejarah Terlengkap Nabi Muhammad Saw. (2016: 286) mengisahkan, contoh lain dari keluhuran perilaku Nabi Muhammad Saw adalah kisah seorang pengemis Yahudi buta di pojok pasar Madinah, yang selalu menjelek-jelekkan beliau. Setelah beliau meninggal dunia, Abu Bakar ash-Shiddiq mengunjungi Aisyah, anaknya yang juga istri Nabi Muhammad.
Sesampainya di rumah Aisyah, Abu Bakar bertanya kepada anaknya tentang sunnah Nabi Muhammad Saw yang belum sempat diselesaikannya. Aisyah menjawab, Nabi setiap hari memberi makan pengemis Yahudi buta di pasar Madinah.
Abu Bakar pun bergegas menuju pasar Madinah, menemui orang Yahudi tersebut yang tak henti-hentinya menjelek-jelekkan Nabi Muhammad. Namun, karena ingin mengikuti sunnah beliau, Abu Bakar tetap memberi makan kepada Yahudi buta tersebut dengan cara menyuapinya.
Tetapi alangkah kaget Abu Bakar, karena saat menyuapi Yahudi tersebut berkata: “Siapa kamu? Orang yang biasa menyuapiku makan tiap hari terlebih dahulu melembutkan makanan sehingga mulutku tidak perlu mengunyah makanan.”
Kemudian, Abu Bakar berkata kepada pengemis Yahudi buta itu bahwa orang yang biasa memberinya makan tiap hari telah wafat. Abu Bakar juga mengatakan bahwa orang yang biasa memberinya makan tiap hari adalah Nabi Muhammad Saw.
Betapa terkejut Yahudi tersebut mengetahui yang sebenar-benarnya. Akhirnya, ia memilih untuk memeluk Islam.
Kisah ini terlalu manis jika hanya bahan untuk diceritakan. Tentunya, kisah-kisah Rasulullah mengandung mutiara hikmah. Sayang sekali bagi orang-orang yang abai dalam memetik keindahan dari kesabaran beliau.
Kita perlu sabar bukan hanya dalam kondisi lemah, terjepit, atau bahkan malang. Kesabaran itu dipasang tatkala berada dalam posisi kuat, hebat, dan punya kesempatan membalas. Tidak akan ada yang mengecam jika Rasulullah membalas atau meluapkan amarah kepada pengemis buta yang jelas-jelas tidak tahu diri itu. Namun, beliau memilih menikmati buah manis kesabaraannya.
Apa manfaatnya tetap bersabar?
Sekiranya beliau meluapkan amarah, hanya akan mempermalukan dan menghancurkan sang pengemis buta. Sepanjang hidupnya pengemis Yahudi itu sudah menampung beban besar penghinaan. Cara-cara kasar tidak akan membuka hatinya yang demikian hitam pekat akibat perihnya kehidupan. Hidayah Allah itu justru bersinar di hatinya, buah kesabaran seseorang.
Tidak ada sejarahnya orang yang sabar itu merugi. Kesabaran senantiasa mendatangkan keuntungan dan menghadirkan kebahagiaan yang menakjubkan.
Walau kita bukan Nabi, setidaknya selalu berupaya menyamai level Rasulullah. Kita tahu betapa dahsyatnya kesabaran bagi kehidupan yang positif. InsyaAllah kita akan lebih termotivasi untuk sabar ketika konsisten dalam mengamalkannya.
KOMENTAR ANDA