Allah memperkenankan hamba-Nya untuk merancang masa depan yang sangat indah dan berupaya mewujudkannya. Namun, semua yang menentukan baik buruknya masa depan itu tetaplah Allah Swt/Net
Allah memperkenankan hamba-Nya untuk merancang masa depan yang sangat indah dan berupaya mewujudkannya. Namun, semua yang menentukan baik buruknya masa depan itu tetaplah Allah Swt/Net
KOMENTAR

SECARA alamiah, manusia akan berupaya atau berjuang keras demi meraih masa depan yang terbaik. Dan secara naluriah, manusia akan merancang dan memikirkan kehidupan yang lebih berjaya di masa-masa mendatang. Dengan demikian, pada dasarnya setiap insan membutuhkan dan menjalankan prinsip-prinsip futurologi atau “ilmu masa depan”. 

Namun, sering pula terjadi orang-orang yang menginginkan kepastian untuk masa depan mereka, yang diharapkan sesuai dengan skenario yang disusunnya. Ketika kenyataan masa depan itu akhirnya tidak sesuai dengan apa yang dirancang, maka muncul penyesalan, yang dirangkai pula dengan kata “seandainya”.

Seandainya

“Ya, seandainya tidak membuat keputusan yang salah untuk masa depan, niscaya kita tidak akan ditimpa kemalangan.”

Kalimat semacam ini bisa jadi sering terdengar dan menjadi salah satu cara manusia menyesali masa depan yang tidak sesuai dengan harapan. Misalnya, seorang ibu yang diliputi keraguan antara hendak membelikan tiket pesawat atau cukup tiket bus saja buat keberangkatan putrinya. Setelah mempertimbangkan faktor keamanan dan kenyamanan, sang ibu mengorbankan dana lebih besar untuk sebuah tiket penerbangan maskapai terbaik, yang mendapat reputasi tinggi dalam aspek keamanan. 

Beberapa hari kemudian, putrinya terbang ke kota tujuan hendak menuntut ilmu. Malang tidak dapat ditolak, mujur tidak dapat diraih. Pesawat mengalami kecelakaan dan putri tercinta termasuk dalam daftar korban jiwa.

Sang ibu sangat menyesal, sebab dia telah mengabaikan saran suami untuk membelikan tiket bus dengan alasan penerbangan kurang cocok untuk cuaca yang tidak bagus. Sang ibu berulang kali berkata, “Seandainya…”

Surat Luqman ayat 34, yang artinya:

Sesungguhnya, Allah hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari kiamat dan Dialah yang menurunkan hujan dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”

Syaikh Muhammad Abdul Athi Buhairi pada Tafsir Ayat-Ayat Ya Ayyuhal-Ladzina Amanu (2005: 205) mengungkapkan, jika kematian terjadi pada salah seorang kerabat dekatmu, maka janganlah kamu katakan, “Seandainya ia mengerjakan ini atau ini, maka ia tidak akan terbunuh, atau mati atau tertimpa musibah.” 

Akan tetapi, katakanlah, “Allah telah menentukannya (menakdirkannya), dan apa yang dikehendaki pasti terjadi.” 

Ketahuilah, apa yang menimpamu itu bukan semata-mata menjadi penyebab musibah yang menimpa, sebagaimana yang diterangkan dalam hadits Nabi Saw: 

Seandainya Allah menyiksa seluruh penghuni langit dan bumi, niscaya Allah akan menyiksanya dan Dia tidaklah berbuat zalim terhadap mereka. Seandainya Allah mengasihi mereka, niscaya rahmat-Nya lebih baik bagi mereka daripada amal perbuatan mereka. Seandainya engkau memiliki satu gunung emas yang kamu infakkan di jalan Allah, niscaya Allah tidak akan menerimanya darimu sampai kamu beriman kepada seluruh ketentuan-Nya, maka engkau akan mengetahui apa yang menimpamu itu bukan karena kesalahanmu, dan kesalahan yang kamu lakukan bukan menjadi penyebab musibah yang menimpamu, dan seandainya engkau mati dalam kondisi selain ini (tidak beriman kepada seluruh ketentuan-Nya) niscaya engkau akan masuk neraka.” 

Penting untuk memahami suatu penegasan dalam surat Luqman ayat 34, yang artinya: “Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok.

Artinya, tidak seorang pun yang dapat memastikan apa yang akan terjadi kepada dirinya di masa depan. Hari esok masih tergolong perkara gaib yang tidak mungkin dipastikan, karena memang belum eksis. Manusia hanya merancang, tapi Tuhan yang menentukan. 

Memang, Allah menitahkan dalam Al-Qur’an supaya manusia mempersiapkan masa depan. Tetapi, tidak ada perintah Ilahi agar kita memastikan hari esok. Jangankan memastikan keberhasilan, bahkan memastikan masih bernyawa esok hari saja tidak ada insan yang kuasa menjaminnya.

Insya Allah

Dalam merancang masa depan, setiap muslim diharapkan tetap menjaganya dalam bingkai keimanan. Itu termasuk beriman dengan segala ketentuannya yang berlaku di masa mendatang. Boleh jadi, rancangan masa depan yang kita jalankan ternyata tidak sesuai dengan harapan, atau boleh jadi berujung dengan musibah hingga terjadinya kematian sekalipun, maka tidaklah boleh ada penyesalan.

Segala daya upaya yang telah diperjuangkan demi meraih masa depan tidak akan pernah sia-sia, karena Allah sudah memberikan nilai pahala bagi usaha hamba-hamba-Nya. Tidak ada kewajiban manusia untuk membuat kepastian bagi masa depan, sebab dalam bingkai keimanan kita pada akhirnya harus menerima segala ketentuan di masa mendatang.

Syaikh Muhammad Abdul Athi Buhairi (2005: 206) mengungkapkan: Jadilah engkau seperti apa yang dikatakan pemimpin dan penuntunmu yang agung, Nabi Muhammad Saw: “Segeralah melakukan apa yang bermanfaat bagimu, jadikanlah Allah sebagai penolongmu, janganlah engkau melemah, dan jangan katakan, 'Seandainya saya mengerjakan ini, niscaya akan begini. Akan tetapi katakanlah, ‘Allah telah menetapkan dan Dia mengerjakan apa yang dikehendaki-Nya. Jika tidak demikian, berarti engkau telah membuka amal perbuatan setan.”

Lakukanlah yang terbaik untuk masa depan dengan menjadikan Allah Swt sebagai penolong. Akan tetapi hindarilah memastikan apapun untuk masa depan, seyakin apapun diri kita.

Insya Allah mengandung makna, “jika Allah menghendaki”. Ya, sehebat apapun kesiapan manusia dalam merancang masa depan, pada kenyataannya kehendak Allah yang berlaku. Allah Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya dan memilihkan takdir yang terindah.  

Manusia boleh merancang masa depan atau membuat perencanaan yang matang untuk hari esok nan gemilang. Hanya saja, jangan pernah memastikan karena sikap beginilah yang potensial berujung kepada penyesalan. Rancanglah masa depan semaksimal mungkin, tapi jangan lupa membingkainya dengan keimanan. Sehingga apapun realitanya di masa mendatang, kita dapat dengan ikhlas menerimanya.




Menyongsong Resesi 2025 dengan Ketenangan Batin

Sebelumnya

Sekali Lagi tentang Nikmatnya Bersabar

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Baca Juga

Artikel Tadabbur