PERMASALAHAN stunting masih jadi bahan studi bagi pemerintah serta lembaga sosial di Indonesia.
Temuan studi mengenai stunting menyebutkan bahwa rata-rata anak yang menalami stunting skor Intelligence Quotient atau IQ nya lebih rendah dibanding skor IQ yang diperoleh dari anak normal.
"Stunting merupakan malnutrisi yang ditandai dengan tinggi badan di bawah rata-rata dan tidak sesuai dengan usia," kata Praktisi Kesehatan Masyarakat (Kesmas), Ngabila Salama.
Dia mengatakan, anak dari orang tua perokok terbukti memiliki risiko stunting yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan anak dari orang tua bukan perokok.
Dijelaskan Ngabila, terdapat tiga jenis rokok yang bisa menyebabkan stunting bagi anak dan wajib dikenali oleh masyarakat.
"Yakni first-hand smoke, second-hand smoke, dan third-hand smoke," ujarnya.
First-hand smoke adalah asap rokok yang dihisap langsung oleh perokok. Sementara itu, second-hand smoke adalah asap yang dikeluarkan oleh perokok aktif dan dihirup oleh orang lain.
"Sedangkan Third-hand smoke adalah residu asap rokok yang menempel di permukaan benda yamg efeknya sama yaitu membahayakan dan berkaitan erat dengan perkembangan balita," terangnya.
Residu rokok, menurut dia, bisa menempel pada tembok hingga satu minggu hingga dua minggu.
"Termasuk di baju, tangan, dan handphone yang sering dipegang anak-anak saat di rumah," ungkapnya.
Beberapa penelitian sempat menemukan kadar nikotin pada urin bayi yang tinggal di lingkungan perokok.
Nikotin yang terkandung di dalam rokok, jelasnya, memang mudah terhirup dan sangat berbahaya bagi bayi dan anak-anak. Terlebih, anak-anak memiliki laju napas yang lebih besar.
Dikutip dari laman resmi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), stunting terjadi akibat kekurangan gizi kronis yang dapat dikaitkan dengan kemiskinan, kesehatan, dan gizi ibu yang buruk.
"Kegagalan pertumbuhan atau growth faltering akibat tidak cukupnya nutrisi yang diterima sejak kehamilan sampai usia 24 bulan," tutupnya.
KOMENTAR ANDA