AUSTRALIA siap menggelar referendum bersejarah pada 14 Oktober 2023 untuk memutuskan berlaku atau tidaknya The Voice dari masyarakat pribumi di parlemen.
Jika disetujui, pemungutan suara tersebut akan mengakui masyarakat Aborigin dan Penduduk Kepulauan Selat Torres dalam konstitusi negara tersebut. Juga membentuk badan permanen bagi mereka untuk bisa memberi masukan terhadap Undang Undang.
Penelusuran Farah.id menunjukkan bahwa Australia adalah satu-satunya negara persemakmuran yang belum pernah menandatangani perjanjian dengan masyarakat adatnya, dan para pendukungnya mengatakan bahwa The Voice adalah langkah penting menuju rekonsiliasi.
Agar rencana ini berhasil, mayoritas warga Australia harus memilih ya. Diperlukan juga dukungan mayoritas di setidaknya empat dari enam negara bagian Australia. Komposisi, fungsi dan wewenang badan tersebut kemudian akan dirancang dan diperdebatkan oleh parlemen.
Saat mengumumkan tanggal pemungutan suara pada rapat umum di Adelaide, Perdana Menteri Anthony Albanese menyebut pemungutan suara tersebut sebagai kesempatan sekali dalam satu generasi untuk menyatukan negara kita dan mengubahnya menjadi lebih baik.
The Voice akan menjadi sebuah komite yang terdiri dari penduduk asli Australia, yang dipilih oleh penduduk asli Australia, dan memberikan nasihat kepada pemerintah sehingga bisa mendapatkan hasil yang lebih baik bagi penduduk asli Australia", kata PM Albanese, seperti dilansir BBC.
"Anda diminta untuk mengatakan ya terhadap sebuah gagasan yang waktunya telah tiba, untuk menjawab ya atas undangan yang datang langsung dari masyarakat Aborigin dan penduduk pribumi Selat Torres,” imbuhnya.
Hal ini direkomendasikan oleh dokumen bersejarah pada tahun 2017 yang disebut Pernyataan Uluru dari Hati. Disusun oleh lebih dari 250 pemimpin masyarakat adat, pernyataan ini dianggap sebagai seruan terbaik untuk melakukan reformasi yang berdampak pada penduduk asli Australia.
Penduduk asli Australia menghadapi tingkat kerugian yang tidak proporsional di seluruh masyarakat – sesuatu yang sudah lama sulit diatasi oleh Australia.
Pemimpin oposisi Peter Dutton, yang merupakan penentang The Voice, mengatakan bahwa proposal tersebut tidak cukup rinci, dan secara kontroversial menyatakan bahwa hal tersebut dapat memecah belah warga Australia secara rasial.
Namun banyak aktivis, termasuk Dutton, yang dituduh melakukan rasisme dan menyebarkan disinformasi. Mereka kemudian menuduh kampanye Yes sebagai sebuah bentuk elitisme dan mengabaikan kekhawatiran yang sahih dari masyarakat Australia pada umumnya.
Para pendukung kesehatan mental telah memperingatkan bahwa intensitas dan nada perdebatan ini akan berdampak buruk pada masyarakat adat.
Australia terakhir kali mengadakan referendum pada tahun 1999, ketika memilih untuk tidak menjadi republik. Usulan referendum selalu menjadi bahan perdebatan sengit di Australia. Referendum di negara ini belum berhasil selama hampir 50 tahun. Hanya delapan dari 44 referendum di Australia yang berhasil—yang terbaru adalah di tahun 1977.
KOMENTAR ANDA