KENYAMANAN menjadi alasan utama mengapa tren busana “old man style” melanda perempuan di China.
Ya, ternyata kenyamanan menjadi prioritas dibandingkan keinginan untuk terlihat cantik. Itulah mengapa semakin banyak perempuan China mengenakan pakaian laki-laki dalam ukuran besar. Dan tujuannya adalah menghindari body shaming.
Gen Z bernama May misalnya, mengaku kesulitan untuk mengenakan pakaian perempuan dengan ukuran lebih rendah dari XXL meski beratnya hanya 50 kilogram!
Hingga akhirnya dia menemukan comfort zone baru: pakaian laki-laki. Dia memakainya untuk merasa ‘dihormati’. Karena entah mengapa, pakaian perempuan diberi label lebih besar dari ukuran sebenarnya. Walhasil, banyak perempuan merasa bahwa pakaian perempuan mempermalukan tubuh mereka.
Dilansir South China Morning Post, dengan pakaian laki-laki layaknya lelaki tua, perempuan merasa nyaman. Inilah mengapa old man style atau dalam bahasa Mandarin disebut lao tou feng semakin hari semakin memiliki banyak penggemar.
Pakaian laki-laki dirancang untuk menutupi perut buncit laki-laki. Hal itu tentu membebaskan mereka dari rasa bersalah saat berat badan bertambah.
Keuntungan lainnya adalah lemari tidak akan dipenuhi dengan pakaian beraneka model yang nyaris tidak pernah terpakai.
Bagi banyak orang, palet pakaian laki-laki identik dengan warna-warna klasik seperti hitam, putih, krem, abu-abu, dan biru laut. Basic colors itu mengurangi kekhawatiran pakaian akan cepat ketinggalan zaman. Para pekerja kantoran juga memilih pakaian laki-laki agar tampak profesional dan dewasa, sekaligus memudahkan dalam bekerja.
Motivasi lainnya bagi banyak perempuan adalah bahwa pakaian laki-laki seringkali lebih murah. Penelusuran Farah.id menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak konsumen perempuan yang berunjuk rasa menentang apa yang mereka sebut “pink tax”, yaitu memprotes diskriminasi gender karena produk yang dipasarkan untuk perempuan leibh mahal daripada produk serupa yang diperuntukkan bagi laki-laki. 
KOMENTAR ANDA