BEBERAPA tahun lalu, penggunaan sedotan kertas dianggap lebih ramah lingkungan ketimbang sedotan plastik. Sejak saat itu, orang beramai-ramai mengganti sedotan plastik dengan sedotan kertas, yang tentunya hanya sekali pakai tetapi lebih ramah lingkungan lantaran akan lebih mudah terurai bakteri tanah.
Namun sebuah penelitian di Eropa mengungkap fakta mengejutkan. Sedotan kertas mengandung bahan kimia yang membutuhkan waktu ribuan tahun untuk terurai. Tidak hanya itu, sedotan sekali pakai ini ternyata memiliki keterkaitan yang erat dengan kanker, malasah tiroid, dan hati.
Penyebabnya adalah bahan kimia yang digunakan untuk sedotan kertas yang dikenal sebagai zat poli dan perfluoroalkil (PFAS). Bahanyanya, bahan ini ditemukan pada sebagian besar sedotan yang diuji dan paling umum ditemukan pada sedotan yang terbuat dari kertas dan bambu.
Tidak hanya sulit terurai, rupanya permasalahan sedotan kertas dapat mempengaruhi kesehatan, seperti rendahnya respon terhadap vaksin, berat badan lahir rendah, penyakit tiroid, peningkatan kadar kolesterol, kerusakan hati, kanker ginjal, dan kanker testis.
Alasan lain mengapa sedotan kertas berbahaya adalah bahwa sedotan tersebut berbahan dasar terbuat dari kayu. Lalu, kayunya diputihkan dan kemudian diwarnai sesuai kebutuhan. Jadi, secara tidak langsung kita mengonsumsi lapisan cairan kimia dan memakan kertas sambil minum melalui sedotan tersebut.
Potongan-potongan kecil yang tidak sengaja tertelan memang dapat dengan mudah dicerna oleh sistem tubuh kita, kecuali sedotan kertas yang dilapisi dengan bahan lilin.
Beberapa industri mengklaim bahwa sedotan mereka terbuat dari bahan yang dapat didaur ulang, sehingga ramah lingkungan.
Sedotan Kertas Vs Sedotan Stainless
“PFASdalam jumlah kecil, meski tida berbahaya, dapat menambah beban kimia yang suda ada di dalam tubuh,” kata dr Thimo Groffen, seorang ilmuwan lingkungan di Universitas Antwerp.
Dikatakan, bahwa satu-satunya sedotan yang bebas PFAS adalah sedotan stainless anti karat. Hasil analisis pertama di Eropa ini telah dipublikasikan di jurnal Food Additives and Contaminants.
KOMENTAR ANDA