AKHIR-AKHIR ini, kualitas udara di Jakarta dan beberapa kota besar lain di Indonesia ada di level sangat buruk. Berbagai masalah kesehatan diyakini bisa muncul akibat polusi udara. Tapi tak hanya berpengaruh terhadap paru-paru dan jantung, polusi udara juga berisiko membuat anak mengalami stunting.
Studi dari Amegbor et al. (2023) yang diambil dari jurnal Nature, menyebutkan bahwa sebanyak 33,6% anak-anak stunting akibat polusi udara dari paparan PM2.5. Paparan ini berlangsung dari awal kehidupan, yaitu dalam tiga periode paparan, yaitu in utero (selama kehamilan), post utero (setelah kehamilan hingga usia saat ini) dan kumulatif (dari kehamilan hingga usia saat ini)
Studi ini bisa jadi mematahkan upaya pemerintah Indonesia yang sedang menekan angka stunting di Tanah Air. Apalagi, target 14% seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo di tahun 2024, bisa jadi tidak terlaksana.
Atau bisa jadi, angka stunting di Indonesia kembali meningkat di tahun ini, sementara Kementerian Kesehatan mengumumkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, 25 Januari 2023, di mana prevalensi stunting menurun dari 24,4% di 2021 menjadi 21,6% di 2022.
Anak sakit, enggan makan
Ya, anak yang sakit seringkali menolak makanan yang telah disediakan. Inilah penyebab stunting tertinggi, di mana anak menjadi kekurangan nutrisi dan gizi.
Polusi udara erat kaitannya dengan infeksi, terutama pada saluran pernapasan. Saat anak mengalami batuk dan demam, kerapkali nafsu makannya akan menurun, bahkan hilang. Akhirnya, ini berdampak pada tumbuh kembang anak yang kemudian mengarah pada stunting.
Karenanya, polusi udara perlu ditangani secepatnya, sebab bisa berdampak panjang pada anak-anak. Bukan hanya urusan tinggi badan, tetapi semua organ tubuh dan pertumbuhan otak.
KOMENTAR ANDA