ABU Jahal tahu diri. Dia adalah tokoh utama di balik kekejaman tiada tara terhadap Rasulullah dan kaum muslimin. Dirinya pula dalang dari meletusnya perang di Badar. Makanya, Abu Jahal menyadari akan banyak pedang dan tombak yang mengincar lehernya.
Untuk itu, dia menyewa algojo untuk mengawal ketat. Bahkan ada yang menyebut pengawalan Abu Jahal bagaikan rajutan kain, karena saking rapatnya. Kemanapun kakinya melangkah, di sekitarnya algojo bayaran selalu berjaga.
Namun, perbuatan buruk pastinya akan mendapatkan balasan yang buruk pula. Para algojo yang mengawal dirinya tidak membuat gentar kaum muslimin mengincar nyawa Abu Jahal. Tidak terkecuali orang-orang yang tidak mengenali rupanya, juga mencari tahu keberadaan Abu Jahal. Dirinya menjadi most wanted atau buronan di Perang Badar.
Kaum Anshar yang bermukim di Madinah tidak merasakan secara langsung kekejaman Abu Jahal. Akan tetapi, kecintaan terhadap Rasulullah dan solidaritas sesama muslim membuat mereka juga mengincar sang pelaku kekejaman.
Ali Muhammad Ash-Shallabi dalam buku Sejarah Lengkap Rasulullah Jilid 1 (2012: 647) menerangkan: Abdurrahman bin Auf didatangi oleh dua orang pemuda Anshar. Mereka bertanya, “Paman, tunjukkan padaku mana yang namanya Abu Jahal!”
Abdurrahman bertanya, “Apa yang hendak engkau lakukan pada Abu Jahal?”
“Aku dengar dia sering mencaci Rasulullah. Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika aku melihatnya, takkan kubiarkan ia lolos dari penglihatanku hingga siapakah di antara kami yang mati lebih dahulu,” kata pemuda itu.
Abdurrahman bin Auf mengkhawatirkan keselamatan dua pemuda Anshar tersebut. Keduanya masih sangat muda dan minim pengalaman di medan tempur. Sedangkan Abu Jahal, sulit dijangkau serta harus menghadapi para algojo yang bengis.
Akan tetapi, kedua pemuda itu terus mendesak. Semangat mereka bergelora untuk menjadi orang yang berhasil menghancurkan musuh Allah dan Rasulullah. Supaya tidak salah sasaran, Abdurrahman bin Auf pun menunjuk ke arah Abu Jahal yang berdiri dengan pongahnya.
Abu Jahal kaget menyaksikan serbuan dua pemuda Anshar. Satu per satu algojo yang mengawalnya berhasil disingkirkan hingga ia berhadapan langsung dengan dua pemuda Anshar tersebut. Rupanya di balik wajah sangarnya, nyalinya ciut juga, tak berdaya.
Sabetan pedang salah seorang pemuda menebas betisnya. Abu Jahal pun terkulai seperti dahan yang ditebang. Ia meraung-raung menahan pedihnya sakaratul maut.
Seorang pemuda lagi mengayunkan pedangnya. Abu Jahal terkapar di tanah. Nafasnya tersengal-sengal. Ajalnya sudah sampai di tenggorokan. Abu Jahal mendapatkan balasan dari rangkaian kekejaman yang pernah ditimpakannya kepada Rasulullah.
Kedua pemuda Anshar menemui Rasulullah. Laporannya sungguh menakjubkan, Allah memilih tangan-tangan mereka untuk memusnahkan musuh besar agama Islam.
Kini lidahnya yang tajam tidak akan bisa lagi menyakiti Rasulullah. Tangan dan kakinya yang membawa kebinasaan sudah tidak berdaya. Abu Jahal hanya akan menjadi legenda, sebagai pelajaran dari kejahatan yang berakhir buruk.
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri dalam buku Sirah Nabawiyah (2020: 158) menerangkan: Rasulullah bertanya pada mereka, “Siapa di antara kalian yang membunuhnya?”
Keduanya sama-sama menjawab, “Aku yang membunuhnya.”
“Apa kalian sudah membersihkan pedang yang kalian bawa?” tanya beliau.
“Belum,” jawab mereka.
Rasulullah kemudian mengecek pedang milik kedua pemuda itu dan berkata, “Kalian berdua telah membunuhnya.”
Melalui petunjuk suci Ilahi, Nabi Muhammad mengenali pedang yang mana memusnahkan kecongkakan Abu Jahal. Kedua pemuda itu telah gagah berani menyerbu pertahanan kokoh Abu Jahal, tetapi Tuhan menakdirkan pedang Mu’adz bin Amru yang menghabisi tokoh Quraisy tersebut.
Sebagai bentuk penghargaan atas keberaniannya, Rasulullah menyerahkan senjata dan harta Abu Jahal kepada Mu’adz bin Amru. Allah menganugerahinya keberkahan yang luar biasa, berupa usia yang panjang. Mu’adz bin Amru hidup hingga masa kekhalifahan Usman bin Affan.
Perang Badar usai, tetapi orang-orang muslim masih saja mencari keberadaan Abu Jahal. Ternyata banyak orang yang telah disakitinya, sehingga mereka berlomba-lomba menemukannya. Allah memberikan siksa yang berat untuk Abu Jahal, sebab rupanya dia belum benar-benar mati. Allah menyiksanya dengan sakaratul maut yang panjang dan rasa sakit yang menyedihkan.
Abdullah bin Mas’ud menemukan Abu Jahal tergeletak tanpa daya. Nafasnya terengah-engah menahan sakit, malaikat maut seperti mempermainkan nyawanya. Amarahnya terbakar melihat kekejaman Abu Jahal.
Shafiyurrahman al-Mubarakfuri (2020: 158) kembali menceritakan, Abdullah bin Mas’ud menarik jenggotnya dan bertanya, “Apakah Allah telah menghinakanmu, wahai musuh Allah?”
KOMENTAR ANDA