ADA sebuah cerita di masyarakat, seorang perempuan cantik jelita dengan harta kekayaan dan titel yang tinggi, hingga kini masih hidup menyendiri. Tidak satupun lelaki yang berani mendekat, karena nyali mereka sudah ciut lebih dulu melihat fakta yang dihadapkan pada mereka.
Perempuan tersebut terlihat ikhlas dengan realita yang dihadapi. Dia sangat yakin, Allah telah memainkan perannya dengan menyingkirkan lelaki-lelaki penakut dari hidupnya. Apalagi kalau bukan karena wajah cantik, harta kekayaan, dan titel yang disandangnya, yang membuat para lelaki seolah enggan dan malu menatap pada dirinya.
Benarkah lelaki takut dengan perempuan mapan?
Boleh jadi, ada benarnya!
Sebut saja mereka tahu diri. Level para lelaki itu jauh di bawah si gadis yang teramat banyak kelebihan. Kekayaan wanita itu membuat lelaki minder, lalu memilih untuk mundur teratur. Ketenaran gadis itu menjadikan para lelaki menjauh karena terlanjur kalah mental. Belum lagi kecantikannya yang tentu saja ditopang biaya mahal, semakin membuat ciut nyali.
Apakah semua lelaki seperti itu?
Ya, tidak juga.
Kualitas seorang lelaki yang layak dijadikan suami, tidak melulu harus kaya raya. Rasa percaya diri juga sangat menentukan. Kualitas diri seorang pria tidak diukur dari harta benda yang dikoleksinya. Dan perlu pula disadari, tidak setiap wanita membuat kriteria calon suami berdasarkan standar materi.
Contoh nyata adalah Rasulullah. Saat menikahi Khadijah, kekayaan Rasulullah jauh berada di bawah sang istri. Bahkan saking kayanya Khadijah, mayoritas pergerakan ekonomi Makkah berasal dari gerak bisnisnya.
Miftahur Rahman dalam bukunya Keajaiban 1000 Dinar (2013: 53) menceritakan, belum lagi ketika Rasulullah Saw menikahi Siti Khadijah. Bayangkan saja, nilai aset kekayaan Siti Khadijah pada waktu itu mencapai dua pertiga dari kekayaan penduduk kota Mekah. Saya kira, jumlahnya sekarang lebih dari triliunan dolar!
Tetapi, Nabi Muhammad memiliki kualitas yang sangat diharapkan kaum hawa, termasuk juga Khadijah. Beliau memiliki kepribadian yang cemerlang. Khadijah dapat menghargai suaminya, sebab Rasulullah tidak kena mental dengan harta benda. Nabi Muhammad adalah manusia unggulan yang nilai dirinya melebihi kekayaan. Khadijah memang spektakuler kayanya, tetapi bagi dirinya, kekayaan tertinggi adalah suami yang berkualitas.
Lelaki berkualitas tidak pernah kalah mental dengan wanita kaya, pintar, cantik dan tenar, karena semua itu hanyalah kefanaan. Hari ini istrinya bisa saja kaya raya, tapi esok hari bisa pula jatuh miskin. Hari ini konglomerat, esok malah jadi melarat.
Pastinya Khadijah seorang perempuan yang luar biasa cerdasnya. Ingat, dia mengelola bisnis level internasional. Deretan panjang kafilah dagangnya berarak-arak dari Makkah menuju Syiria. Ekonomi penduduk Makkah bergantung pada kegemilangan otak Khadijah. Apakah suaminya minder?
Tidak!
Seorang perempuan cerdas akan menghargai suaminya. Lagi pula, kecemerlangan otak Nabi Muhammad lebih dahsyat karena mampu melampaui zamannya. Beliau berani menentang arus, berpikir jauh ke depan demi kemaslahatan umat.
Yang patut dipelajari, Nabi Muhammad dan Khadijah keluar dari zona nyaman, tidak terlena dengan kekayaan. Bukannya hidup bersantai-santai dengan berfoya-foya, suami istri itu memilih menghabiskan harta benda demi syiar agama.
Tidak ada alasan bagi laki-laki takut menikah dengan perempuan mapan, cerdas dan mandiri. Pernikahan adalah membina rumah tangga, tidak sama hitung-hitungannya dengan gaya bisnis. Lagi pula, tidak ada satu pun perempuan yang sempurna. Di balik kehebatan dirinya tentu ada kekurangan dan kelemahan yang dapat ditopang oleh sang suami.
Sebetulnya, yang jadi sorotan bukan wanita itu kaya, pintar dan berkelas, melainkan berakhlak baik atau tidak. Kendati wanita itu miskin, bodoh dan menjadi beban, tetap saja malapetaka bagi suami jika akhlaknya buruk.
Jadi keunggulan seorang perempuan hendaknya disyukuri serta dijadikan bahan pertimbangan setelah mendahulukan kriteria agamanya. Sekiranya lelaki tidak mau menikahi gadis itu, hendaknya bukan disebabkan oleh rasa gentar atau takut, melainkan kriteria agamanya yang dipandang belum memenuhi harapan.
Khadijah lebih dahulu wafat. Sepeninggal istrinya Nabi Muhammad tidak menyanjung Khadijah terkait kekayaan, melainkan akhlaknya. Betapa mulianya Khadijah yang meninggal dunia dalam keadaan miskin, karena dia mempersembahkan seluruh hartanya demi perjuangan Islam.
KOMENTAR ANDA