KASUS perundungan terus terjadi, sementara sekolah seperti kewalahan menanganinya. Di sisi lain, bisa dikatakan beberapa sekolah abai, seolah menutup mata akan kasus kekerasan verbal yang terjadi pada anak didiknya. Dan, ternyata tidak banyak sekolah yang memiliki guru bimbingan dan konseling (BK) yang memadai dan intens dalam menangani kasus ini.
Menanggapi keadaan tersebut, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menekankan pentingnya sekolah menerima siswa dengan tidak hanya melihat pada syarat fisik dan materi, tetapi juga perlu mengetahui riwayat pengasuhan anak untuk mencegah menjamurnya bullying.
Wakil Ketua KPAI Jasra Putra mengatakan, masih banyak soal yang tertinggal, seperti bagaimana kesiapan dan kondisi kejiwaan anak, riwayat anak dalam keluarga, situasi pengasuhan anak, riwayat di sekolah sebelumnya, hingga tes psikiatri anak.
Menurut Jasra, masih banyak korban perundungan yang menyimpan emosi dari tindak perundungan yang dialami. Terbukti dengan siswa SMA di Kalimantan yang melancarkan aksi penusukan dengan niat membalas bullying yang dialaminya sekian lama, yang menjadi ledakan sikap emosi yang dialami. Atau, bagaimana seorang siswa kemudian membakar sekolahnya untuk membalas kekecewaan diri terhadap pelaku perundungan.
Semuanya, ucap dia, terjadi karena tidak ada yang peduli terhadap tindak perundungan yang terjadi, sehingga aksi nekat pun dilakukan.
Umumnya, korban perundungan akan berhadapan dengan gangguan perilaku, agresivitas, pengaruh terhadap gangguan kejiwaan baik ringan maupun berat, terutama dalam penyaluran emosi. Hal itu jika tidak tertangani dengan baik akan menjadi perilaku problematik di kemudian hari.
Kunci utamanya ada pada sekolah, di mana lembaga ini harus membangun kesadaran dan mendorong keterbukaan bagi siswa untuk melaporkan diri jika menjadi korban bullying. Hilangkan stigma bagi anak-anak yang membutuhkan akses layanan konseling.
Data layanan pokja pengaduan KPAi, dari Januari hingga Juni 2023 ada 97 pengaduan kasus perundungan anak di ranah pendidikan. Permendikbud 82/2015 tentang pencegahan dan penanggulangan tidak kekerasan di satuan pendidikan, seolah sudah tidak ada gaungnya. Hal ini dikarenakan belum banyak sekolah yang memiliki system pengaduan dan pelaporan yang melindungi siswa korban perundungan.
KOMENTAR ANDA