KOMISI Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai, literasi digital saat ini sudah sangat mengkhawatirkan. Banyak sekali konten-konten asusila yang disebarluaskan begitu saja dan mudah sekali diakses oleh anak-anak. Karenanya, KPAI meminta pemerintah untuk memperkuat sistem literasi digital tersebut.
Saat ini, Indonesia memang sudah memiliki UU Pornografi dan UU Perlindungan Anak. Hanya saja, masalah konten asusila masih menjadi topik utama yang dicatat KPAI. Begitu dikatakan Ketua KPAI Ai Maryati Solihah.
Inilah yang harus menjadi evaluasi negara jika memang serius dalam pemberantasan pornografi.
“Kemarin dengan gamblang diberitakan, Polda Metro Jaya berhasil mengungkap penangkapan pelaku pembuat film dewasa (rumah asusila) di Jakarta Selatan. Lalu, sebelumnya diungkap pula penangkapan dua terduga pelaku penjual video gay anak (video gay kids (VGK). Kasus-kasus seperti ini berdampak serius pada kehidupan sosial dan psikologis anak-anak yang menjadi korbannya,” ujar Ai.
Jadi, lanjut Ai, pihaknya sangat berkepentingan mengetahui sejauh mana produksi konten-konten pornografi itu. Apakah menyasar pada pasar anak-anak atau mungkin merekrut aktor anak-anak? Sehingga, tidak boleh berhenti pada sekadar membongkar proses konten syur tersebut, namun harus diusut hingga ke akarnya.
Di sinilah pentingnya pemahaman akan akar masalah yang mendasari maraknya sebuah konten asusila. Selain UU dan literasi digital integrasi pendidikan seksual di sekolah juga harus dilakukan secara masif. Termasuk, di sektor pemberdayaan dan perlindungan perempuan dan anak. Ini adalah tanggung jawab dari Kominfo.
Yang tidak kalah penting adalah menghentikan penyebaran konten-konten asusila. Kemenkominfo diharapkan memperkuatpengawasannya, terutama pada situs-situs dan media sosial tanpa harus menunggu kasusnya dibongkar petugas kepolisian.
Peran serta aktif masyarakat untuk melaporkan konten asusila yang ditemukan juga menjadi poin penting.
KPAI sendiri akan terus mendorong pihak kepolisian dan kementerian terkait untuk mengungkap penyebar konten-konten asusila dan memperketat pengawasan aspek literasi digital yang menyentuh seluruh lapisan masyarakat, terutama anak-anak.
Di lain pihak, Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat mengatakan, pornografi telah menjadikan tubuh perempuan sebagai komoditas untuk dieksploitasi. Baginya, pembuatan konten porno sangat terkait dengan hukum penawaran dan permintaan.
“Literasi digital merupakan hal penting di era seperti sekarang ini. Sudah saatnya pemerintah mengevaluasi pendidikan publik terkait kesadaran dan kecerdasan digital. Kita coba untuk memulainya dalam keluarga,” ucap Rainy.
KOMENTAR ANDA