TANPA orang tua sadari, sering kali anak pertama diharapkan untuk menjadi panutan yang baik bagi adik-adiknya. Seperti menemaninya bermain, harus selalu mengalah, dan dituntut bersikap selalu baik. Beberapa hal tersebut terkadang menjadi sebuah beban yang harus ditanggung oleh anak pertama.
Banyak penelitian yang membuktikan anak pertama memiliki banyak kelebihan, seperti lebih banyak pencapaian, lebih baik di sekolah, hingga kemungkinan menduduki jabatan tertinggi di tempat kerja. Tetapi, semua itu bukanlah peran yang mudah dijalankan, ada banyak tuntutan yang harus dijalankan sejak lahir.
Perhatian penuh orang tua mulai berubah saat adik datang. Anak pertama perlahan dituntut untuk selalu mengalah dan paham keadaan. Kalimat seperti, “Adikmu belum paham apa-apa, tolong mengalah ya, kak,” hampir setiap hari terdengar. Orang tua seolah tidak memikirkan perasaan anak pertama tersebut.
Bahkan ketika orang tua tidak ada di rumah, seringkali anak pertama berubah peran menjadi ‘kepala keluarga’ sementara. Dianggap seperti orang dewasa yang bisa mengatasi semua masalah. Menjaga rumah dalam aturan yang telah ditetapkan, menjaga adik, membersihkan rumah, dan kegiatan lain yang seringkali bukan menjadi tanggung jawabnya.
Memenuhi seluruh harapan orang tua adalah hal yang didambakan. Dan fakta-fakta itulah yang kemudian terkumpul dan bisa menjadi bom waktu suatu saat nanti. Inilah mengapa kemudian banyak dari anak pertama yang mengalami inner child. Luka batin ini menumpuk dan terbawa hingga kapanpun, tanpa disadari.
Bagi anak pertama yang menjalankannya dengan enjoy, mungkin tidak terlalu banyak dipermasalahkan. Tapi bagi sebagian lainnya, kondisi seperti ini bisa diwariskan pada anak-anak pertama mereka, bahwa semua harus terlihat sempurna demia menjadi panutan bagi adik-adiknya.
Ingatlah, bagwa untuk menjadi panutan adalah tugas orang tua, bukan anak pertama. Sehingga penting bagi orang tua untuk mengenal lebih dekat psikologi anak pertama. Mulailah dengan menyadari, bahwa anak sulung Bunda sama seperti anak-anak Bunda yang lain. Berikan mereka tanggung jawab sesuai dengan porsinya. Tidak perlu menjadikannya panutan agar bisa dilihat baik oleh adik-adiknya.
KOMENTAR ANDA