MAKANAN Pendamping ASI (MPASI) Fortifikasi atau makanan pabrikan yang banyak dijual di supermarket atau warung-warung tradisional sejauh ini masih dianggap sebagai makanan praktis bagi balita yang mulai menjajal makanan berat. Namun, banyak Ibu yang mempertanyakan keamanannya, terutama terkait higienitas dan nutrisi yang terkandung di dalamnya.
Makanan pabrikan adalah hasil pengolahan makanan di pabrik yang mencakup pemasakan (biasanya perebusan atau pengukusan) dan pengeringan. Pemasakan, yang umum dilakukan baik di rumah atau dalam industri, bertujuan memastikan makanan matang, aman, dan mudah dicerna.
Setelah proses pemasakan, dalam pembuatan makanan pabrikan, dilakukan proses pengeringan yang bertujuan pengeringan untuk mengeluarkan air sehingga tahan lama. Pengeringan ini umum dilakukan, dengan demikian makanan pabrikan tidak perlu mengandung bahan pengawet.
Fakta ini mengoreksi asumsi bahwa makanan pabrikan pasti mengandung pengawet tambahan. Inilah yang kemudian dikenal sebagai MPASI fortifikasi.
Yang sering hilang di konteks perbincangan mengenai makanan pabrikan adalah tujuan positif, yaitu untuk memberikan kesetaraan akses terhadap gizi di Indonesia. Pembuatan makanan pabrikan yang awet tentu memungkinkan distribusi makanan sampai ke daerah-daerah terpencil dan jauh. Hal ini sangat menguntungkan di negeri kepulauan seperti Indonesia. Dengan adanya makanan pabrikan yang awet, masyarakat di daerah terpencil tetap bisa mendapatkan akses makanan yang berkualitas.
“Pendapat negatif lain mengenai pemrosesan yang “menghilangkan gizi” pada MPASI fortifikasi juga ingin saya luruskan di sini. Tidak dipungkiri bahwa proses pengolahan dapat merusak sebagian vitamin yang ada pada makanan. Namun itu dapat diatasi dengan menambahkan vitamin dan mineral pada makanan yang telah diolah. Ini yang membedakan fortifikasi dengan makanan yang diolah di rumah,” jelas Prof Dr Ir. Sugiyono, MAppSc, seorang akademisi dan ahli di bidang Teknologi Pangan.
Proses penambahan vitamin dan mineral ini justru bisa memberi tambahan nutrisi yang sangat sulit dipenuhi setiap harinya, misalnya zat besi dan zat gizi mikro lainnya untuk memenuhi kebutuhan bayi.
Kesalahpahaman mengenai MPASI fortifikasi berawal dari persepsi negatif yang muncul terhadap makanan yang masuk kategori ultra processed food (UPF) dalam sistem klasifikasi makanan bernama NOVA.
Klasifikasi NOVA sendiri dicetuskan oleh peneliti dari Brazil pada 2009 yang menggolongkan makanan dalam empat kategori berdasarkan tingkat pengolahannya, yaitu unprocessed dan minimally processed foods (seperti pangan segar), processed culinary ingredients (bahan pangan yang meliputi minyak atau lemak, gula, dan garam), processed foods (buah atau ikan di kaleng), dan UPF (makanan cemilan, biskuit, minuman susu, sereal sarapan, makanan instan).
Sayangnya, klasifikasi NOVA sama sekali tidak memperhitungkan kandungan nutrisi makanan, dan hanya mengkategorikan makanan berdasarkan tingkat pengolahannya saja. Oleh karena itu, dalam beberapa tahun terakhir ini, semakin banyak pakar yang mengkritik penggunaan klasifikasi NOVA untuk menilai kandungan nutrisi makanan, karena tingkat pengolahan makanan tidak menentukan kandungan nutrisi makanan yang dihasilkan.
Penting diketahui ibu bahwa MPASI fortifikasi dikontrol sangat ketat oleh BPOM, mulai dari bahan baku, proses produksi, kandungan zat gizi, serta keamanannya. BPOM menerapkan standar yang sangat ketat mengingat pentingnya keamanan makanan bayi dan nilai gizinya.
BPOM tidak mengizinkan MPASI fortifikasi mengandung pengawet, pewarna atau perisa serta tidak boleh memiliki kandungan gula dan garam yang tinggi.
KOMENTAR ANDA