SEBAGAI perempuan, salah satu sifat wajib Nabi Muhammad yang wajib diteladani adalah fathanah.
Fathanah alias cerdas, bukan semata diartikan sebagai seorang berotak jenius yang mampu menghafal rumus matematika, fisika, dan kimia. Bukan berarti dia mesti menjadi ilmuwan atau ahli ekonomi yang menciptakan teori baru.
Sifat fathanah adalah sifat yang wajib dimiliki seorang Rasul Allah, terlebih lagi bagi seorang Muhammad saw. yang diturunkan di zaman Jahiliyah. Beliau mestilah fathanah karena harus berhadapan dengan manusia-manusia bodoh yang ngeyel setengah mati dan terbakar gengsi.
Umat Jahiliyah, terlebih lagi kaum Quraisy, begitu membenci Nabi Muhammad. Meskipun dalam hati mereka tak bisa dipungkiri munculnya kekaguman pada kepribadian sosok laki-laki yang sejak belia telah bergelar Al-Amin itu. Akhlaknya karimah (mulia) tanpa cela, demikian pula fisiknya. Namun ketakutan bahwa mereka tak lagi bergelimang harta dan tak boleh lagi menyembah berhala membuat gelap mata.
Mereka memberikan segala argumen dan dalih untuk menolak kebenaran yang disampaikan Nabi Muhammad. Tapi tak ada yang mampu mengalahkan kebenaran dari Allah.
Di situlah kita menyaksikan betapa Nabi Muhammad saw. adalah sosok fathanah. Yang dengan kecerdasan akal dan budinya dapat memutarbalikkan semua argumen kaum Jahiliyah yang menentangnya.
Nabi Muhammad diberikan hikmah Al-Qur’an untuk disebarluaskan kepada umat manusia. Di dalamnya terdapat ajakan untuk menaati perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya. Sekalipun perintah agama seringkali seolah tak bisa dipahami secara logis, namun Nabi Muhammad tentunya memberikan dalil dan argumen yang bernas tentang apa, mengapa, dan bagaimana umatnya harus menjalankan perintah Allah.
Sifat fathanah Nabi Muhammad wajib diteladani oleh kita, kaum perempuan. Di tengah zaman modern yang disesaki ‘hal keabu-abuan’ yang ditanamkan pembenci Islam, sangat penting menjadi seorang muslimah yang cerdas. Kecerdasan yang membawa kita untuk bersikap kritis.
Jangan buru-buru mengikuti tren demi supaya dibilang muslimah itu tidak kuno, tidak kaku, dan mengikuti perkembangan zaman. Jangan tergesa-gesa mengadopsi nilai budaya baru hanya karena FOMO (fear of missing out). Berpikirlah dengan cerdas dan kritis, dan segeralah menjauh bila tren tersebut hakikatnya bakal menjauhkan kita dari keimanan dan keislaman.
Baik itu tren, baik itu dalam hubungan perempuan dan laki-laki, baik itu dalam fesyen, semua menuntut kita untuk menjadi fathanah, seperti yang dicontohkan Rasulullah.
Dalam terjemahan ayat 17 surah Al-Hadid dikatakan, “Ketahuilah olehmu bahwa sesungguhnya Allah menghidupkan bumi sesudah matinya. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan kepadamu tanda-tanda kebesaran Kamu, supaya kamu menggunakan akalmu.”
Maka ketika ada yang mempertanyakan mengapa berhijab, kita bisa menjawabnya dengan cerdas. Jika ada yang mempertanyakan mengapa laki-laki disebut sebagai pemimpin, kita mampu menjawabnya dengan cerdas. Ketika ada yang menuduh hak perempuan didiskriminasi oleh Islam, kita akan menjawabnya dengan cerdas. Karena sesungguhnya kita memahami hakikat way of life yang dibawa Nabi Muhammad tidak ada satu pun yang merendahkan dan merugikan perempuan.
Di hari maulid Nabi Muhammad saw, tak perlulah kita merayakannya dengan gegap-gempita. Cukuplah dengan berintrospeksi. Sudah waktunya kita meneladani fathanah Nabi dan menjadikannya bagian dari diri kita, perempuan.
KOMENTAR ANDA