USIANYA masih sangat belia, baru 14 tahun, tetapi remaja putri ini sudah mengajukan diri untuk terjun dalam peperangan. Permintaannya sungguh mengejutkan, terlebih Nabi Muhammad Saw dan kaum muslimin akan bertempur dengan musuh berat, yakni kaum Yahudi di Khaibar.
Umayyah binti Qais, remaja berpikiran cemerlang, meyakinkan Rasulullah bahwa dirinya bukanlah beban. Ia akan mengambil peran sebagai perawat. Nabi pun memenuhi permintaannya.
Dalam kecamuk perang Khaibar yang dahsyat, terlihat Umayyah teramat sibuk merawat para pejuang yang terluka. Umayyah binti Qais bahkan bernyali besar mencabut anak panah yang menancap di tubuh prajurit muslimin.
Dia juga mengajak muslimah lainnya untuk memberikan minuman dan makanan kepada pasukan muslimin yang gigih berperang.
Ali Abdul Halim Mahmud dalam buku Jalan Dakwah Muslimah (2019: 219) mengungkapkan pengakuan dari Umayyah binti Qais:
Ketika Rasulullah Saw sedang dalam perjalanan menuju Perang Khaibar, aku bersama sejumlah perempuan dari Bani Ghifar mendatanginya dan mengatakan, "Ya Rasulullah, kami bermaksud mengikutimu untuk mengobati prajurit yang terluka dan membantu kaum muslimin semampu kami.”
Rasulullah menjawabnya, "Lakukanlah dengan mengharap berkah dari Allah Swt.”
Umayyah binti Qais berasal dari Bani Ghifar, yang letaknya cukup jauh dari Madinah. Tetapi dengan semangat membara, dia dan rekan-rekannya menemui Nabi untuk menyatakan keislaman. Bahkan Umayyah binti Qais juga mengutarakan niat hendak ikut berjihad ke Khaibar.
Dia sadar, ini bukanlah agenda piknik. Dari itulah Umayyah menerangkan apa yang dapat dilakukannya selama memerangi Yahudi di Khaibar. Dan Nabi Muhammad menyadari semangat juang yang berkobar di hati seorang gadis belia. Beliau juga memahami pentingnya kehadiran perawat di medan perang.
Umar Ahmad al-Rawi dalam buku Wanita-Wanita Kebanggaan Islam (2015: 102-103) menulis, Umayyah masuk Islam dan berbaiat kepada Rasulullah Saw setelah peristiwa hijrah. Ketika Rasulullah hendak berangkat ke Khaibar pada awal-awal tahun ke tujuh hijriyah, beberapa orang wanita dari suku Ghifar berikut kafilah mereka datang, dengan maksud minta restu kepada Rasul agar mereka bisa ikut bersama beliau sebagai tenaga juru rawat bagi para pasukan kaum muslimin yang sakit maupun yang luka-luka, dan juga untuk memberi minum pasukan yang kehausan.
Rasulullah Saw mengabulkan permintaan mereka yang mengambil posisi di barisan belakang pasukan. Ketika Rasulullah Saw meraih kemenangan, beliau memberikan jatah harta ghanimah kepada mereka.
Umayyah binti Qais adalah bintang dari Perang Khaibar ini. Seorang remaja putri yang atas kesadaran sendiri terjun sebagai perawat di medan perang. Pilihan jadi perawat di usia remaja saja sudah menakjubkan, dan menjadi spektakuler tatkala pilihan tugas berat itu diembannya di medan perang.
Rasulullah terpesona dengan kinerja Umayyah binti Qais yang bernyali. Gadis itu menyelamatkan banyak nyawa dari para mujahid Islam. Tatkala kemenangan direbut umat Islam di Khaibar, Nabi Muhammad tidak lupa memberikan penghargaan khusus bagi Umayyah.
Muhammad Ibrahim Saliim, Perempuan-Perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah Saw (2002: 118) menceritakan, setelah perang usai, Rasulullah Saw memberi penghargaan kepada Umayyah dengan menyematkan sebuah kalung di lehernya. Dan kalung tersebut tidak ingin dilepaskan dari lehernya sampai dikubur bersamanya sesuai dengan wasiatnya.
Kalung tersebut akan menjadi saksi bagi Umayyah atas jasa dan perjuangannya, karena setiap individu dari kita akan dibangkitkan pada Hari Kebangkitan nanti sesuai kondisinya saat meninggal.
Kisah Umayyah dapat menjadi inspirasi bagi seluruh umat Islam, bahwa penting sekali memperhatikan bakat dan minat anak. Allah telah memberi setiap wanita anugerah kemampuan yang khas. Jangan sampai kita membatasi atau membelenggunya.
KOMENTAR ANDA