KETIKA membayangkan akhir zaman, yang terpikirkan adalah kekacauan, kehancuran, dan tak perubahan tatanan alam semesta. Lantas banyak yang bertanya, setelah kiamat kira bagaimana nasib bumi ini? Apakah ada bumi yang baru? Dan seperti apa pula kondisinya?
Allah berfirman dalam surat Ibrahim ayat 48, yang artinya:
“(Yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit.”
Al-Qur’an menjelaskan, kiamat merupakan akhir dari bumi dan langit yang sekarang ini. Dari itulah kita perlu menyiapkan diri, menyaksikan perubahan besar-besaran di negeri akhirat.
Imam Al-Ghazali dalam bukunya Mukasyafatul Qulub (2020: 261) menjelaskan, kemudian pikirkanlah bagaimana ketika mereka digiring ke tanah Padang Mahsyar (tempat berkumpul), setelah bangkit dan keluar dari kubur tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak dikhitan.
Padang Mahsyar adalah tanah putih, tanahnya datar, tiada cekung, dan tiada bukit yang bisa dijadikan tempat sembunyi di belakangnya oleh manusia, tiada jurang yang dalam untuk bisa dilihat kedalamannya.
Padang Mahsyar adalah satu padang luas terhampar yang tiada bagian yang berbeda di daerah itu. Mereka digiring ke sana dengan berkelompok-kelompok. Mahasuci Dia yang menghimpun semua makhluk, meskipun mereka datang dari penjuru bumi yang berbeda.
Padang Mahsyar adalah kejutan besar yang mau tidak mau dihadapi oleh seluruh umat manusia. Kondisinya sudah sangat berbeda dengan bumi yang kita huni saat ini.
Lantas bagaimana dengan yang dimaksud langit dan bumi yang baru?
Imam Syamsuddin Al-Qurthubi dalam buku At-Tadzkirah Jilid 1 (2005: 392) memaparkan, soal penggantian langit ada yang mengatakan, bahwa yang dimaksud ialah digulungnya matahari dan bulan, dan bergugurannya bintang-bintang. Demikian, kata Ibnu Abbas. Dan menurut Al-Anbari, adalah perubahan keadaan-keadaan langit. Yakni, terkadang tampak seperti lelehan perak dan terkadang seperti minyak.
Adapun menurut Ka’ab, “Langit akan berubah menjadi asap, dan laut menjadi api.” Ada juga yang mengatakan, “Pengertian langit, maksudnya, langit akan dilipat seperti dilipatnya lembaran-lembaran buku.”
Abu Al-Hasan Syabib bin Ibrahim bin Haidarah menyebutkan, sebenarnya, tidak ada pertentangan antara atsar-atsar tersebut, karena yang dimaksud langit dan bumi akan diganti dua kali. Salah satunya, inilah yang pertama, dimana Allah Ta'ala mengubah sifat-sifat bumi-langit sebelum tiupan sangkakala yang mematikan.
Pertama-tama bintang-bintang di langit berguguran, matahari dan bulan meredup dan tampak seperti lelehan perak, kemudian lenyap dari atas kepala-kepala mereka. Sesudah itu, gunung-gunung berjalan, bumi berguncang, dan laut menjadi api. Selanjutnya, bumi terbelah dari satu negeri ke negeri lainnya, sehingga keadaan di mana-mana tidak seperti semula.
Dan yang kedua, tatkala sangkakala ditiup pada tiupan yang mematikan, maka langit pun dilipat, sedang bumi malah dihamparkan semakin luas. Langit diganti dengan langit yang lain. Itulah yang difirmankan Allah Ta’ala,
“Dan terang-benderanglah bumi (Padang Mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Tuhannya.” (Az-Zumar ayat 69)
Bumi diganti, maksudnya dibentangkan seperti dibentangkannya kulit yang disamak. Dan dikembalikan lagi seperti semula, di mana terdapat kubur-kubur dan manusia ada yang di luar kubur, ada pula yang di dalamnya. Kemudian, bumi diganti lagi untuk kedua kalinya. Yakni, ketika manusia disuruh berdiri di Padang Mahsyar. Di waktu itu bumi ini diganti dengan bumi yang lain.
Seperti apa persisnya bumi dan langit yang baru itu adalah misteri yang hanya akan terungkap pada saat kiamat nanti. Namun, hadirnya kabar perihal keadaan negeri akhirat ini bertujuan agar kita menyiapkan diri untuk dunia baru dan untuk kehidupan abadi di sisi Ilahi.
KOMENTAR ANDA