GENGSI memang sangat mahal. Kita perlu biaya yang teramat besar untuk menaikkannya. Namun, mahalnya gengsi bukan itu. Gengsi menjadi mahal karena menghasilkan penyesalan di akhirat.
Surat Al-Haqqah ayat 27-28, yang artinya: “Seandainya saja ia (kematian) itulah yang menyudahi segala sesuatu. Hartaku sama sekali tidak berguna bagiku.”
Hamka pada Tafsir al-Azhar Jilid 9 (2020: 297) menjelaskan, inilah suatu penyesalan dan keluhan yang sangat mendalam. Semasa hidup di dunia, kerja hanyalah mengumpul-kumpulkan harta kekayaan sebanyak-banyaknya, karena beranggapan bahwa harta benda itulah yang akan menaikkan gengsi di hadapan sesama manusia.
Namun, setelah berhadapan dengan Hakim Yang Mahaagung, Allah Swt, secuilpun tidak ada harta-harta itu lagi. Tidaklah orang memperkatakan berapa kekayaan yang tersimpan kalau hari telah Kiamat.
Seputus nyawa manusia, sewaktu itu pula hilang kuasanya terhadap harta yang dikumpulkannya dengan susah payah itu. Suasananya di dalam alam akhirat itu sudah lain, hanya iman dan amalan saleh yang dihargai.
Ketika merenungkan surat Al-Haqqah ayat 27-28, kita akan menyadari betapa sia-sianya kekayaan di akhirat. Gengsi yang ditegakkan susah payah di atas tumpukan harta, malah menjadi aib di akhirat.
Selama hidup di dunia, banyak yang terpaku pada akumulasi harta sebagai penanda keberhasilan dan kejayaan gengsi di hadapan sesama manusia. Kekayaan dianggap sebagai ukuran nilai diri, menggiring keyakinan bahwa semakin banyak harta, semakin tinggi martabat.
Namun, ketika seseorang berhadapan dengan Hakim Yang Mahaagung, segala harta yang begitu dibanggakan menjadi tanpa makna. Saat kiamat tiba, tidak ada lagi yang peduli seberapa besar kekayaan yang telah terkumpul. Manusia tidak dapat membawa harta ke akhirat, dan akhirnya gengsi itu sirna begitu saja.
Saat nyawa manusia putus dari jasadnya, kekuasaan atas harta yang diperoleh dengan susah payah ikut lenyap. Di akhirat, nilai sejati hanya ditemukan dalam iman dan amalan saleh. Harta yang dikejar dan diakumulasi dengan jatuh bangun di dunia tidak lagi menjadi fokus utama.
Gengsi yang terkait dengan kekayaan semu di dunia ini pada hakikatnya hanyalah ilusi yang menipu. Kehidupan sejati bukan dalam tumpukan harta yang bersifat fana. Oleh karena itu, mengapa kita harus terus mementingkan gengsi? Kenapa kita membanggakan gengsi yang melekat pada sesuatu yang akan terhapus ketika nafas terakhir melayang?
Terkecuali, harta kekayaan itu tidak dipakai untuk ngengsi, niscaya inilah yang menghadirkan keberuntungan di akhirat. Inilah yang meninggikan martabat manusia di hadapan Allah. Inilah yang lebih agung dibandingkan gengsi yang semu.
Hikmah dari surat Al-Haqqah ayat 27-28 ini mengajarkan kita untuk merenung dan menilai kembali prioritas dalam hidup. Sebagai makhluk yang akan kembali kepada Allah, lebih bijak bila kita memperhatikan nilai-nilai kekal yang akan membimbing di kehidupan abadi.
Sadarilah, gengsi itu memang sangat mahal dan hanya berujung penyesalan yang menyedihkan. Sedangkan sesal, tidak berguna dan tidak mengubah apa-apa.
KOMENTAR ANDA