DALAM misi gabungan kedua PBB yang dipimpin WHO, tim yang terdiri dari WHO dan Bulan Sabit Merah Palestina berhasil mengevakuasi 31 bayi dari Rumah Sakit Al-Shifa di Gaza utara untuk dipindahkan ke sebuah rumah sakit di Gaza bagian Selatan.
Bayi-bayi tersebut diangkut dengan 6 ambulans yang difasilitasi dan dikelola oleh Bulan Sabit Merah Palestina. Misi ini dinilai sangat berisiko karena pertempuran aktif masih terjadi di dekat rumah sakit Al-Shifa.
Dilansir dari laman resmi WHO (19/11), bayi-bayi prematur dan berat badan rendah ini sebelumnya dipindahkan dari unit neonatal di Al-Shifa ke area yang lebih aman di rumah sakit tersebut. Hal tersebut dikarenakan kurangnya listrik dan risiko keamanan di rumah sakit. Bahkan, dua bayi meninggal sebelum evakuasi dapat dilakukan.
Bayi-bayi yang masih bertahan akhirnya berhasil dipindahkan ke unit perawatan intensif neonatal di Rumah Sakit bersalin Al-Helal Al-Emarati di Gaza bagian selatan, dengan 11 bayi dalam keadaan kritis. Para dokter di rumah sakit tersebut mengatakan bahwa semua bayi itu berjuang melawan infeksi yang serius karena kurangnya pasokan medis.
Yang menyedihkan, tidak ada satu pun bayi yang didampingi anggota keluarganya. Hal tersebut dikarenakan informasi yang dimiliki Kementerian Kesehatan Palestina terbatas sehingga tidak dapat menemukan anggota keluarga dekat dari bayi tersebut.
WHO dalam laman resminya juga menjelaskan bahwa evakuasi dalam misi gabungan ini sangat perlu dilakukan karena RS Al-Shifa sudah tidak dapat berfungsi lagi karena kekurangan air bersih, bahan bakar, makanan, dan perbekalan kesehatan. Padahal sebelumnya RS Al-Shifa merupakan rumah sakit terbesar dan tercanggih di Gaza,
Dari data yang dihimpun Farah.id, masih ada lebih dari 250 pasien dan 20 petugas kesehatan di Al-Shifa yang meminta untuk segera dievakuasi. Perencanaan tersebut sedang dilakukan untuk mengevakuasi pasien yang tersisa, keluarga mereka, dan petugas kesehatan. Prioritas akan diberikan kepada 22 pasien dialisis dan 50 pasien cidera tulang belakang.
Proses evakuasi tersebut pastinya akan memakan waktu beberapa hari, mengingat kendala keamanan dan logistik yang kompleks. WHO juga kembali menegaskan untuk menghentikan serangan terhadap layanan kesehatan dan infrastruktur penting lainnya.
KOMENTAR ANDA