TIDAK mudah mendapatkan keadilan sejati di muka bumi ini. Sudah banyak manusia yang terpaksa diam dan merelakan hak-haknya dirampas. Seperti tidak ketidakberdayaan yang sangat mengiris luka di lubuk sanubari, sakitnya bagai di neraka dunia.
Allah menjanjikan manusia-manusia yang bersabar sebuah keadilan yang sebenar-benarnya di akhirat. Saat yaumul hisab, di mana amal baik dan buruk ditimbang dan surga serta neraka sebagai balasannya.
Mahir Ahmad Ash-Syufiy dalam bukunya Kiamat (2007: 1) memaparkan, kedatangan hari kiamat sebagai pertanda berakhirnya kehidupan di muka bumi ini merupakan awal dari babak kehidupan baru, yang diawali dengan kiamat dan pengumpulan manusia di Padang Mahsyar, setelah peniupan sangkakala kedua.
Tiupan dahsyat sangkakala pertama menghancurkan seluruh kehidupan dunia, dan yang kedua menghidupkan lagi seluruh manusia dari kematiannya. Kemudian, setiap insan berhadapan dengan mahkamah Allah di Yaumul Hisab.
Konsep kiamat merupakan peneguhan terhadap keadilan Ilahi, di mana orang-orang yang berbuat baik akan mendapatkan balasan yang adil, sementara mereka yang berbuat jahat akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Tuhan.
Lantas, bagaimankah rupa keadilan di akhirat itu?
Abdul Nashir Balih dalam bukunya Masuk Surga Tanpa Hisab (2016: 14) mengungkapkan, ciri utama pengadilan di Hari Kiamat adalah keadilan. Tetapi, bukan keadilan sebagaimana yang terbayang, terkonsep dan terpikirkan dalam benak kita. Keadilan tersebut adalah keadilan Allah yang bercirikan kasih sayang Ilahiah: kasih sayang yang tak bertepi dan tak terhingga luasnya.
Jika pengadilan di Hari Kiamat nanti digelar dengan menerapkan keadilan secara mutlak, maka manusia siapapun tidak bisa berharap akan masuk surga untuk mencicipi kenikmatannya dan tentram di akhirat dengan berbagai pahalanya, sekalipun mereka telah melakukan amal-amal terbaik di dunia, semisal berperang di jalan Allah dan mati syahid di dalamnya.
Sebab, keputusan sebuah keadilan mutlak itu tidak akan terpengaruh sama sekali oleh pahala dan ganjaran yang dimiliki oleh orang yang diadili.
Pada Hari Kiamat, keadilan yang digelar bukanlah semata-mata keadilan seperti yang mungkin kita bayangkan. Bukan keadilan yang dapat diukur dengan timbangan dan angka, melainkan Allah yang dipenuhi oleh kasih sayang Ilahiah. Kasih sayang yang tak bertepi, tak terbatas, dan melingkupi seluruh ciptaan-Nya.
Berbeda dengan pengadilan dunia yang mungkin bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, keadilan Ilahiah tidak dipengaruhi oleh apapun. Ini menjadikan keputusan-Nya sebagai penentu akhir.
Dengan konsep keadilan Ilahiah yang bercirikan kasih sayang, manusia diingatkan untuk selalu berlaku adil, penuh kasih, dan rendah hati. Keadilan ini bukanlah bentuk pembalasan, melainkan kesempatan bagi ciptaan-Nya untuk merasakan keindahan kasih sayang-Nya tanpa batas.
Maka, dalam persiapan menghadapi Hari Kiamat, manusia dihimbau untuk tidak hanya fokus pada amal perbuatan semata, tetapi juga memperdalam hubungan dengan Sang Pencipta, merawat kasih sayang terhadap sesama, dan menyadari bahwa keadilan Ilahiah adalah panggilan untuk hidup dalam kebenaran dan cinta kasih. Sehingga, ketika saatnya tiba, manusia dapat merasakan keadilan Ilahiah yang dipenuhi oleh kasih sayang-Nya yang tak bertepi.
Oleh sebab itu, jangan pernah menyerah untuk berbuat kebaikan sepanjang hayat di bumi ini. Dan jangan pula patah semangat hanya disebabkan kita sering dizalimi. Karena memang sulit sekali berharap di bumi mendapatkan keadilan sejati. Namun, percayalah bahwa apapun yang terjadi di bumi tidak terlepas dari tanggung jawab di mahkamah Allah.
Dengan demikian, jangan pernah berubah menjadi orang jahat, jangan berpikir melakukan keburukan. Barangkali di dunia ini mereka terhindar dari hukuman atas kejahatan yang dipentaskan semena-mena, tetapi ingatlah bahwa keadilan yang sebenarnya pasti ditegakkan Allah di Yaumul Hisab.
Bagi orang-orang yang dizalimi, kiamat bukanlah menakutkan malahan menjadi harapan terindah untuk meraih keadilan sejati. Maka bergembiralah dengan janji kebenaran Tuhan.
KOMENTAR ANDA