SHOYU merupakan salah satu bumbu utama dalam kuliner Jepang, yang kini pemakaiannya merebak hingga ke Indonesia. Tidak hanya untuk masakan Jepang, shoyu menjadi pelengkap bumbu dapur ibu-ibu Nusantara.
Meski Shoyu populer dengan sebutan kecap Jepang, ternyata asal-usulnya bukan dari negeri Sakura. Dalam buku Kecap (2007: 7), Ari W Purwandari mengungkapkan, kata “kecap” diduga diambil dari bahasa Cina koechiap atau ke-tsiap.
Asal-usul kecap adalah dari daratan China, sekitar 3000 tahun yang lalu atau sekitar 1000 SM. Kemudian, bersamaan dengan berkembangnya agama Budha di Jepang, kecap ikut diperkenalkan (600-500 SM).
Di China dan Jepang, fermentasi dalam pembuatan kecap (yang menghasilkan baceman) dilakukan selama 1-3 tahun. Ini dilakukan untuk memperoleh cita rasa yang khas. Sementara di Indonesia, fermentasi (pembaceman) hanya dilakukan selama 1-3 bulan.
Kecap identik dengan kedelai, namanya bermacam-macam antara lain Shoyu, Soja, Japanese Tamari, Tao-yu, Toyo, dan Soy Sauce. Jejak kecap dari China ke Jepang hingga mencapai Indonesia melalui perjalanan yang sangat panjang dan lama. Pun menggambarkan perkembangan kuliner serta kebudayaan yang melibatkan proses fermentasi yang khas, menjadikan kecap sebagai salah satu elemen kaya warisan kuliner di Asia.
Tumpal Situmorang pada buku Seni Menikmati Sushi (2022: 66) memaparkan, proses pembuatan Shoyu memakan waktu mulai dari selama beberapa hari hingga beberapa bulan. Pertama, kedelai dimasak dan bahan fermentasi ditambahkan ke dalamnya. Tergantung pada jenis kecap yang dibuat, gandum panggang atau biji-bijian lain ditambahkan ke dalam campuran kedelai.
Setelah ini, campuran ditambahkan ke air garam dan dibiarkan. Campuran tersebut kemudian dipasteurisasi untuk menghilangkan mikro-organisme berbahaya, kemudian disaring untuk memisahkan antara yang bagian cair dan padat. Cairannya menjadi kecap dan sisa padatannya bisa dijadikan pakan ternak.
Proses pembuatan Shoyu adalah perpaduan antara keahlian, waktu, dan pemahaman mendalam terhadap seni fermentasi. Dari kedelai hingga ke dalam botol Shoyu yang siap digunakan, setiap langkah dalam proses ini memiliki peran penting dalam menciptakan saus yang telah menjadi bagian integral dari masakan Jepang.
Dengan melibatkan teknik-teknik tradisional ini, Shoyu bukan hanya sekadar bumbu, melainkan warisan kuliner yang menggambarkan kekayaan tradisi dan keunikan rasa dari Jepang.
Sementara, Ariani dalam bukunya Pengetahuan Bahan Makanan dan Minuman Seri: Babi dan Khamr (2015: 129) mengungkap hal lain. Selain Sake dan Mirin, bumbu yang membuat cita rasa masakan Jepang semakin khas adalah Shoyu.
Shoyu adalah kecap dengan rasa netral. Kecap ini cair bentuknya, warnanya cokelat kehitaman, tidak seencer kecap asin tetapi juga tidak sekental kecap manis. Kecap dengan rasa alami kedelai ini banyak dijual dalam kemasan botol.
Dalam setiap tetesnya, Shoyu tidak hanya mengubah rasa hidangan, tetapi juga membawa pengalaman kuliner yang mendalam, menjadikannya elemen tak tergantikan dalam kekayaan kuliner Jepang yang terkenal di seluruh dunia.
Namun demikian, konsumen muslim pastinya tidak gegabah jatuh hati mencicipi kuliner. Shoyu berasal dari negeri yang terbiasa dengan khamar dalam berbagai rupa. Dari itulah, kehalalan Shoyu patut dipertanyakan.
Di halaman berikutnya Ariani (2015: 130) menjelaskan, meskipun Shoyu bukan jenis arak, namun tetap dihukumi haram karena kadar etanolnya mencapai 2,3%. Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh Komisi Fatwa MUI pada Agustus 2000, minuman keras adalah minuman yang mengandung alkohol (etanol) 1% atau lebih. Hal ini merujuk pada keterangan hadis Rasulullah Saw dalam riwayat Muslim dan Ahmad.
Di negeri Sakura, tidak masalah etanol berapa persen pun. Sementara bagi kaum muslimin, benar-benar harus menjauhi alkohol tersebut. Sehingga, jika ingin Shoyu menjadi halal, salah satu syaratnya adalah produsen berupaya keras agar kandungan etanol produk mereka tidak melebihi ambang batas.
Selain masalah alkohol, titik kritis Shoyu juga ditemukan pada aspek lain. Sebagaimana dijelaskan pada laman halalmui.org: proses fermentasi kedelai atau gandum umumnya memakan waktu yang lama. Hal tersebut terkadang membuat pengusaha melakukan rekayasa agar hasil Shoyu sesuai yang diharapkan, misalnya dengan menambah perisa atau pewarna. Bahan tambahan inilah yang perlu diperhatikan kehalalannya.
Lainnya yang juga perlu diperhatikan, umumnya penggunaan Shoyu juga dibarengi dengan Mirin dan Sake yang haram bagi muslim.
Dari itulah, sertifikasi halal sangat penting demi mendapatkan kenyamanan dalam menikmati Shoyu. Demi memupus kebimbangan konsumen muslim, pihak produsen Shoyu mestinya terpanggil nurani mereka untuk memastikan kehalalan produk.
KOMENTAR ANDA