DI saat ekonomi global dihantui perang, kenaikan harga barang dan jasa, serta semakin meningginya suku bunga, sejumlah negara mulai mengurangi penggunaan dolar AS. Fenomena ini dikenal dengan istilah De-Dollarization atau Dedollarisation (dedolarisasi).
Dikutip dari Investopedia, dedollarisation mengacu pada proses beralihnya dunia dari ketergantungan terhadap dolar AS (USD) sebagai mata uang Cadangan utama. Dedolarisasi juga menggambarkan proses pergantian dolar yang biasanya digunakan sebagai mata uang transaksi bilateral.
Kekuasaan dolar AS sudah berlangsung sejak 1920an atau lebih dari 100 tahun akan terancam, karena banyak negara yang ingin terlepas dari ‘penjajahan’ greenback. Dengan begitu peredaran dolar AS di dunia pun berkurang.
Data Dana Moneter Internasional (IMF) menginformasikan cadangan devisa global berdenominasi dolar AS sudah turun drastis dari 71 persen pada tahun 2000 menjadi 58,36 persen pada tahun 2022.
Pada tahun 2022, cadangan di seluruh dunia mencapai US$ 11,09 triliun. Dan dari jumlah tersebut, mata uang berdenominasi dolar AS mencapai US$ 6,47 triliun. Di bawah dolar AS ada euro Eropa mencapai 20,47%, kemudian ada yen Jepang sebesar 5,51% dan poundsterling sebesar 4,95%.
Inilah Daftar Negara yang telah dan akan meninggalkan dolar AS.
China & Brazil
Menurut penelusuran Farah.id, China merupakan negara yang paling ambisius menjadikan mata uang renminbi (yuan) menggeser dollar AS dari kekuasaannya.
Tak hanya lewat sektor perdagangan, China juga meningkatkan share renminbi dalam cadangan devisa dunia melalui program investasi mereka, The Belt and Road Initiative.
China juga mengurangi kepemilikan mereka di surat utang pemerintah AS (US Treasury). Pada Januari 2023 tercatat kepemilikan China atas US Treasury mencapai US$ 859,4 miliar, merupakan terendah sejak Mei 2009.
China juga ikut mengajak Brazil untuk mengurangi transaksi dengan greenback. Keduanya sepakat beralih menggunakan mata uang mereka yaitu yuan dan real Brasil.
Kesepakatan antara China dan Brasil bernilai tembus US$ 171,49 miliar. Yang artinya, ada permintaan dolar sebesar US$ 171 miliar yang hilang dalam perdagangan global.
India-Malaysia-UEA
India telah mengeluarkan kebijakan baru agar semakin meningkat penggunaan rupee dalam perdagangan mereka sejak April 2023. Termasuk untuk transaksi dengan Malaysia dan Uni Emirat Arab (UEA).
India juga membuat kesepakatan dengan Malaysia untuk menggunakan mata uang mereka sendiri saat transaksi perdagangan. Hal ini juga terjadi pada Uni Emirat Arab (UEA), untuk menggunakan mata uang rupee dan dirham sebagai transaksi perdagangan non-minyak mentah.
Sebelum Malaysia dan UEA, ada 17 negara yang sepakat dan dapat menggunakan rupee sebagai transaksi, di antaranya adalah Jerman, Inggris, dan Singapura.
Eropa
Proses pergantian dolar di UEA sudah lama menyebar. Mengutip data dari bank sentral AS (Federal Reserve/The) pada periode 1999-2019, penggunaan dolar AS memang sedikit. Di Eropa, menurut Atlantic Council, hanya 23,1 persen saja yang menggunakan greenback.
Ini terjadi karena negara-negara Eropa memiliki mata uang euro yang mereka gunakan untuk perdagangan, ekspor dan impor, hingga mencapai 66,1 persen dari aktivitas ekonomi tersebut.
ASEAN
Ada 10 negara yang masuk ke dalam daftar anggota ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Brunei Darussalam, Laos, Myanmar, Kamboja, dan Vietnam. Negara-negara tersebut sepakat mengurangi penggunaan dolar AS dengan melakukan kerja sama transaksi pembayaran lintas batas dengan mata uang lokal atau disebut dengan Local Currency Transaction (LCT).
Ada 5 negara ASEAN yaitu Indonesia, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Filipina telah menjalin kerjasama transaksi pembayaran lintas batas sejak November 2022 lalu, terjadi di tengah pelaksanaan KTT G20 Indonesia. Kerja sama itu mencakup kode QR, fast payment, data, RTGS, dan juga transaksi mata uang lokal.
Laos, Kamboja, dan Brunei Darussalam juga tertarik untuk bekerja sama. Bahkan penyelenggaraan LCT akan terus berkembang hingga ke wilayah Asia dan Timur Tengah, termasuk juga Korea Selatan, Dubai, dan Arab Saudi.
BRICS
KOMENTAR ANDA