GADIS muda itu pucat pasi setelah melaksanakan mandi wajib. Dirinya sudah bersuci setelah masa haidnya telah tuntas. Tetapi dia amat khawatir saat teringat ketika masih haid terlanjur memotong kuku, bahkan dirinya sempat pula memotong rambut.
Bagaimana hukumnya potongan kuku dan rambut yang belum disucikan itu? Bukankah setelah masa menstruasi selesai semuanya harus disucikan lagi dengan mandi wajib?
Sebetulnya, gadis itu mau saja menyucikan, tetapi tidak mudah mencari potongan kuku di tong sampah. Selain itu, jauh lebih rumit kalau meminta pihak salon mengembalikan potongan rambutnya yang entah dimana. Apa yang harus diperbuat?
Islam menyediakan kajian fikih yang menjawab tuntas berbagai tanda tanya dalam kehidupan perempuan. Secara tegas dan ringkas permasalahan ini sudah ada penjelasannya.
Majelis Ulama Indonesia pada buku Haid dan Kesehatan Menurut Ajaran Islam (2016: 55) mengungkapkan:
Hukumnya boleh memotong rambut dan kuku bagi perempuan yang sedang haid dan tidak perlu mencuci rambut dan kuku yang sudah dipotong tersebut saat bersuci atau saat mandi junub/jinabat. Karena tidak ada dalil hadis maupun Al-Qur’an yang melarang seorang perempuan yang sedang haid memotong kuku dan rambutnya.
Perlu ditegaskan bahwa tidak ada ayat Al-Qur'an yang secara eksplisit melarang perempuan yang sedang haid untuk memotong rambut atau kuku. Begitu pula, tidak terdapat hadis sahih yang secara tegas mengharamkan tindakan ini.
Oleh karena itu, para muslimah memiliki kebebasan dalam hal ini, dan sebagian besar ulama memandang bahwa memotong rambut dan kuku tetap diperbolehkan selama tidak ada tindakan yang bertentangan dengan ajaran Islam lainnya.
Supaya lebih menarik, akan lebih berguna kalau dicermati penjelasan dari Majelis Ulama Indonesia (2016: 55-56) bahwa:
Dasar hukumnya adalah sebagai berikut:
a. Dari Abu Hurairah dari Nabi saw., beliau bersabda, “Di bawah setiap lembar rambut adalah junub, maka basuhlah rambut dan bersihkanlah kulit.” (HR Turmudzi)
Hadis Abu Hurairah di atas menjelaskan bahwa mandi hadas besar harus dilakukan seksama, tidak boleh ada bagian kulit yang tak tersiram air termasuk kulit di bawah rambut, karena berpengaruh pada keabsahan shalat.
Hadis tersebut tidak kuat untuk dijadikan alasan melarang wanita haid mencuci rambut atau memotong kuku yang kemudian dibuang di tempat sampah karena tidak menjadi syarat sahnya shalat.
Justru ketika mandi suci semua bagian tubuh harus tersiram air secara merata, termasuk pangkal rambut dan kuku, maka sebelum mandi kuku harus dipotong dan potongannya boleh dibuang di tempat sampah tanpa harus dicuci karena tidak diikutkan dalam salat. Kuku yang masih nempel di jari itu yang harus tersiram air karena harus disucikan untuk diikutkan dalam melaksanakan shalat.
Penting untuk memahami bahwa kebersihan tubuh dalam Islam bukanlah alasan untuk melarang tindakan-tindakan tertentu, melainkan untuk memastikan bahwa ibadah yang dilakukan bersih dan sah. Mencuci rambut atau memotong kuku perempuan yang sedang haid dan membuangnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar Islam.
Majelis Ulama Indonesia (2016: 56-57) menjelaskan:
b. Ibnu Hajar Al-Haitsami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarhil Minhaj menyatakan:
Menurut nash madzhab Syafi’i, perempuan haid boleh memotong kuku, bulu kemaluan, dan bulu ketiak.
c. Hadis sahih riwayat Bukhari dan Muslim menyatakan kata-kata Nabi saat Aisyah haid pada waktu Haji Wada’, Nabi memerintahkan Aisyah untuk menyisir rambut pada saat haid. Seperti diketahui, menyisir rambut sangat berpotensi menggugurkan rambut. Itu artinya Nabi mengizinkan perempuan menggugurkan rambutnya saat haid.
Para ulama terkemuka dalam madzhab Syafi’i, menyatakan bahwa perempuan yang sedang haid diperbolehkan untuk memotong kuku, bulu kemaluan, dan bulu ketiak. Pernyataan ini memberikan dasar hukum yang jelas bahwa tindakan memotong kuku pada masa haid tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Sebagaimana kita ketahui, mayoritas muslimin Indonesia menganut mazhab Syafi’i sehingga pendapat di atas akan menjadi mudah diterima.
Selain itu, hadis sahih yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim menambahkan dimensi lain terkait isu ini. Ketika Aisyah, istri Nabi Muhammad saw., sedang dalam masa haid saat Haji Wada’, Nabi memberikan perintah untuk menyisir rambutnya.
Pada dasarnya, menyisir rambut memiliki potensi untuk menggugurkan rambut. Oleh karena itu, dari perintah Nabi ini dapat dipahami bahwa memotong atau menggugurkan rambut saat masa haid tidaklah menjadi hal yang dilarang.
Menyimak kedua referensi tersebut, dapat disimpulkan bahwa dalam perspektif Islam, perempuan yang sedang haid diperbolehkan untuk memotong kuku dan rambutnya. Dengan demikian, muslimah tidak perlu lagi resah.
KOMENTAR ANDA