SEJARAH Islam penuh dengan kisah-kisah inspiratif tentang tokoh-tokoh perempuan yang memegang peran yang sangat penting.
Pada masa Rasulullah saw., hiduplah seorang muslimah bernama Samura' binti Nuhaik al-Asadiyyah. Hebatnya, dia dipercaya memikul amanah sebagai polisi pasar.
Perlu dipahami bahwa tugas sebagai polisi pasar di masa Nabi Muhammad memegang peran yang luar biasa. Samura' bint Nuhaik bukan sekadar mengawasi, tetapi juga mengontrol seluruh kegiatan bisnis. Saking besarnya wewenang yang dipegang, muslimah itu berkeliling pasar dengan membawa cambuk, dan langsung menghukum tegas siapa saja yang berlaku curang.
Abdul Qadir Manshur pada Buku Pintar Fikih Wanita (2012: 75) menerangkan:
Samura’ binti Nuhaik aI-Asadiyyah hidup pada masa Rasulullah saw. dan pernah dipercaya menjabat sebagai polisi pasar yang bertugas mengontrol seluruh kegiatan perdagangan di pasar. Tak jarang, dia mencambuk orang-orang yang berlaku curang di pasar.
Sementara dalam Majma` al-Zawaid disebutkan sebuah riwayat dari Yahya ibn Abu Sulaim yang berkata, “Aku melihat Samura' bint Nuhaik memakai baju perang yang cukup tebal dan kerudung, sementara tangannya memegang cambuk yang digunakan untuk amar makruf nahi munkar.”
Kehadiran Samura' sebagai seorang polisi pasar menunjukkan bahwa Rasulullah saw. tidak memandang gender dalam menetapkan posisi dan tanggung jawab. Sebaliknya, keputusan untuk menunjuk seorang muslimah untuk memegang peran penting ini mencerminkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan dalam ajaran Islam.
Bahkan pilihan Nabi Muhammad menunjuk Samura’ sebagai polisi pasar memberikan pesan kuat tentang pentingnya peran aktif perempuan. Samura’ menjadi teladan bagi kaum muslimah untuk berperan dalam menjaga ketertiban dan keadilan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam dunia perdagangan.
Lantas, mengapa Rasulullah mengadakan jabatan polisi hisbah, yang bertugas mengawasi transaksi bisnis di pasar-pasar? Bukankah perdagangan lebih didominasi kaum lelaki, kenapa Nabi Muhammad justru menjatuhkan pilihan kepada perempuan?
Solikin M. Juhro dalam buku Ekonomi Moneter Islam: Suatu Pengantar (2021: 153) menerangkan:
Alasan eksistensi dari lembaga hisbah juga berlandaskan argumen bahwa pelaku pasar memiliki kecenderungan besar untuk berperilaku curang. Misalnya seperti perilaku berbohong atau menipu demi barang dagangannya laku di pasar.
Dari Rifa'ah, ia berkata, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya para pedagang adalah orang-orang yang curang!”
Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, bukankah Allah telah menghalalkan jual beli?”
Beliau menjawab, “Ya, tetapi mereka bersumpah kemudian berdosa, dan berbicara kemudian berdusta.” (Riwayat At-Tirmidzi).
Fungsi hisbah memang terfokus sebagai institusi yang mengawasi pasar, namun fungsi lembaga ini sebenarnya lebih luas dari sekadar pengawas pasar. Hisbah bukan juga berfungsi menyediakan fasilitas, infrastruktur, dan bahkan mengadili pelaku-pelaku pasar yang melanggar prinsip-prinsip Islam.
Samura' binti Nuhaik al-Asadiyyah akan terus menjadi teladan bagi kaum perempuan, bahwa keberanian dan kecakapan bukanlah hak eksklusif laki-laki semata.
Rasulullah saw. telah membuktikan bahwa perempuan juga mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam berbagai bidang, termasuk dalam menjaga tegaknya keadilan. Kisah Samura' menginspirasi dunia supaya tidak terpaku pada stereotip gender dan memberikan kesempatan yang lebih luas bagi perempuan untuk berkiprah.
Hendaknya sosok Samura' binti Nuhaik al-Asadiyyah memberikan kita pemahaman bahwa sejarah Islam melibatkan perempuan dalam peran publik. Dan mereka memiliki kapasitas untuk menjadi pelaku perubahan yang positif.
Tiba saatnya bagi kita untuk mengeksplorasi lebih jauh dan menggali lebih dalam lagi kisah-kisah inspiratif dari masa lampau, di mana perempuan memainkan peran penting dalam menegakkan keadilan.
KOMENTAR ANDA