Vera Utami Gede Putri, S.Pd., M.Ds/FARAH
Vera Utami Gede Putri, S.Pd., M.Ds/FARAH
KOMENTAR

TIDAK banyak orang tahu bahwa penyandang disabilitas, terutama yang berkaitan dengan kondisi fisik tertentu, membutuhkan pakaian yang nyaman dipakai dan mudah dikenakan.

Berangkat dari kesadaran bahwa setiap manusia memiliki hak yang sama untuk bisa berpakaian dengan baik dan menarik dipandang mata, Vera Utami Gede Putri, S.Pd., M.Ds, seorang peneliti fesyen disabilitas yang juga kandidat Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung (ITB) melakukan penelitian tentang pakaian adaptif bagi penyandang disabilitas tunadaksa, terutama anak dan remaja dengan cerebral palsy kategori berat.

“Penelitian yang saya lakukan berpegang pada empat nilai yaitu psikologi, budaya keluarga, fungsi, dan estetika. Saya bekerja sama dengan komunitas Rumah Cerebral Palsy, Yayasan Pembinaan Anak Cacat (YPAC), Sekolah Luar Biasa (SLB), dan orang tua dengan anak cerebral palsy. Saya memberikan pemahaman kepada mereka tentang pentingnya memiliki pakaian sesuai kondisi fisik anak cerebral palsy,” ungkap Vera yang juga berprofesi sebagai Dosen Desain di Universitas Negeri Jakarta (UNJ) saat diwawancarai Farah.id di Kopi Timur, Jakarta pada Kamis (21/12).

Dikisahkan Vera, penelitian dalam rangka disertasi tersebut sudah dimulai sejak tahun 2020. Di saat pandemi, penelitian tersebut hanya bisa dilaksanakan secara online melalui Zoom maupun video call dengan pihak keluarga. Barulah setelah pandemi mereda, Vera bersama tim bisa mendatangi langsung pihak-pihak yang terkait dalam penelitiannya. Ia pun mulai diperkenankan untuk mendesain pakaian yang mengakomodasi kondisi khusus fisik anak cerebral palsy, misalkan tangan yang fleksi (menekuk) dan panggul yang terangkat.

“Salah satu nilai penting yang menjadi dasar rancangan pakaian adaptif adalah budaya keluarga. Pakaian ini disesuaikan tidak hanya dengan kondisi fisik cerebral palsy tapi juga dengan kultur keluarga. Ada ibu yang hanya tinggal berdua dengan anaknya, ada ibu yang harus mengurus anak-anaknya yang lain selain anak dengan cerebral palsy sehingga membutuhkan pakaian yang lebih praktis, ada pula kondisi anak yang sangat parah sehingga hanya bisa berbaring di tempat tidur, karena itu ibu harus bisa memakaikan baju anak dengan cara yang super efisien,” papar Founder jenama fesyen ZAVERA ini.

Sepintas, pakaian adaptif yang dirancang Vera berdasarkan hasil penelitiannya tidak berbeda dengan pakaian pada umumnya. Hal itu tidak lepas dari keyakinan “fashion for all” yang meniadakan diskriminasi bagi penyandang disabilitas.

Namun jika dicermati, maka pakaian adaptif ini punya berbagai special details. Secara cutting, pakaian adaptif untuk cerebral palsy tidak boleh terlalu ketat, meskipun terlihat body fit, namun ada bagian tertentu yang lebih longgar untuk memudahkan pemakaian dan pelepasannya. Selain itu, ada bukaan khusus yang menggunakan perekat atau ritsleting baik untuk bagian tangan saja hingga bukaan penuh. Semua disesuaikan dengan kondisi fisik anak dengan cerebral palsy.

Tidak hanya itu, jahitan bagian dalam pakaian pun diperhatikan dengan mengutamakan kenyamanan, yaitu dengan menjadikannya rapi sehingga tetap terasa nyaman saat bersentuhan dengan kulit anak cerebral palsy yang cenderung sensitif. Termasuk juga posisi label pakaian yang diletakkan di bagian bawah.

“Saya membuat pakaian lengan pendek dan lengan panjang, karena ada sejumlah orang tua yang ingin anak mereka berpakaian dengan sopan (modest fashion) sekalipun tidak berhijab. Pakaian adaptif ini menggunakan warna-warna cerah, karena warna tersebut menjadi mood booster, penyemangat, sekaligus membuat penampilan mereka menarik. Perlu dipahami, anak cerebral palsy juga sangat senang jika dipuji bahwa mereka cantik,” ujar Vera.

Untuk material, Vera memilih katun untuk pakaian adaptif hasil penelitiannya. Tidak hanya nyaman dipakai, adem, dan mudah menyerap keringat, bahan katun juga sangat mudah dalam pemeliharaannya. Dengan demikian tidak menyulitkan orang tua sebagai pendamping maupun caregiver dari anak cerebral palsy.

“Saat ini saya sedang dalam tahap diseminasi (penyebarluasan ide) pakaian adaptif untuk cerebral palsy. Harapannya, hasil penelitian saya bisa dikembangkan oleh para desainer, bisa dibuat lebih kreatif tanpa meninggalkan detail khusus yang diperuntukkan untuk kenyamanan pemakai dan kemudahan orang tua mengenakannya,” kata Vera.

Dengan demikian, Vera menyebutkan ada tiga bentuk luaran yang dihasilkan dari risetnya selain rekomendasi desain pakaian adaptif.

Pertama, buku panduan tentang konsep pakaian adaptif yang ditujukan untuk desainer, produsen fesyen, caregiver, sekolah, dan pihak lain yang terkait dengan penyandang cerebral palsy spastik berat.

Kedua, buku tutorial tentang penggunaan pakaian adaptif berdasarkan tiga subjek riset.

Ketiga, teori keilmuan akademis yang menjadi landasan dalam proses dan desain pakaian adaptif yaitu 4 (empat) value yang terdiri dari psychology value, family culture value, functional value, dan aesthetic value.

“Sebagai wujud nyata kontribusi saya untuk penyandang disabilitas, saya juga akan menghadirkan koleksi pakaian adaptif dengan label ZAVERA ADAPTIF, dan semoga saya bisa melanjutkan pembuatan pakaian ini untuk disabilitas selain cerebral palsy. Bismillah, insya Allah menjadi manfaat untuk sesama,” pungkas Vera.

Masya Allah, Tabarakallah.




Menutup Tahun dengan Prestasi, dr. Ayu Widyaningrum Raih Anugerah Indonesia Women Leader 2024

Sebelumnya

Meiline Tenardi, Pendiri Komunitas Perempuan Peduli dan Berbagi

Berikutnya

KOMENTAR ANDA

Artikel Women